Kamis, 31 Oktober 2013

KASUS Karsinoma Naso Faring (KNF)


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Di Indonesia kanker nasofaring (bagian atas faring atau tenggorokan) merupakan kanker terganas nomor 4 setelah kanker rahim, payudara dan kulit. Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadari gejala kanker ini, karena gejalanya hanya seperti gejala flu biasa. Kanker nasofaring banyak dijumpai pada orang-orang ras mongoloid, yaitu penduduk Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia dan Indonesia juga di daerah India. Ras kulit putih jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker nasofaring juga merupakan jenis kanker yang diturunkan secara genetik.
Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT adalah penyakit yang disebabkan oleh sel ganas (kanker) dan terbentuk dalam jaringan nasofaring, yaitu bagian atas faring atau tenggorokan. Kanker ini paling sering terjadi di bagian THT, kepala serta leher. Sampai saat ini belum jelas bagaimana mulai tumbuhnya kanker nasofaring. Namun penyebaran kanker ini dapat berkembang ke bagian mata, telinga, kelenjar leher, dan otak. Sebaiknya yang beresiko tinggi terkena kanker nasofaring rajin memeriksakan diri ke dokter, terutama dokter THT. Risiko tinggi ini biasanya dimiliki oleh laki-laki atau adanya keluarga yang menderita kanker ini.

B.     Rumusan Masalah
 Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan Ca Nasofaring?

C.     Tujuan
a.       Tujuan Umum
Memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan ca nasofaring
b.       Tujuan Khusus

·   Mengetahui defenisi dari karsinoma nasofaring
·   Mengetahui etiologi dari karsinoma nasofaring
·   Mengetahui manifestasi klinik dari karsinoma nasofaring
·   Mengetahui patofisiologi dari karsinoma nasofaring
·   Mengetahui patwodiagram dari karsinoma nasofaring
·   Mengetahui komplikasi dari karsinoma nasofaring
·   Mengetahui pemeriksaan fisik dari karsinoma nasofaring
·   Mengetahui penatalaksanaan dari karsinoma nasofaring
·    Mengetahui pemeriksaan diagnostik dari karsinoma nasofaring
·  Mengetahui diagnosa keperawatan pada klien dengan penyakit karsinoma nasofaring
·   Mengetahui implementasi pada klien dengan penyakit karsinoma nasofaring
·  Mengetahui intervensi keperawatan pada klien dengan penyakit karsinoma nasofaring
·  Mengetahui perencanaan pulang pada klien dengan penyakit karsinoma nasofaring

D.    Manfaat
1.      Mahasiswa mampu memahami konsep teori dan konsep dasar keperwatan pada klien dengan gangguan ca Nasofaring sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah persepsi sensori.

















BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP MEDIS
1.   Anatomi fisiologi sistem respirasi
a)            Anatomi
1.    Hidung
Hidung terdiri dari lubang hidung, rongga hidung, dan ujung rongga hidung. Rongga hidung banyak memiliki kapiler darah, dan selalu lembap dengan adanya lendir yang dihasilkan oleh mukosa. Didalam hidung udara disaring dari benda-benda asing yang tidak berupa gas agar tidak masuk ke paru-paru. Selain itu udara juga disesuaikan suhunya agar sesuai dengan suhu tubuh.
2.    Faring
Faring merupakan ruang dibelakang rongga hidung, yang merupakan jalan masuknya udara dsri ronggs hidung. Pada ruang tersebut terdapat klep (epiglotis) yang bertugas mengatur pergantian perjalanan udara pernafasan dan makanan.
3.    Laring
Laring/pangkal batang tenggorokan / kotak suara. Laring terdiri atas tulang rawan, yaitu jakun, epiglotis, (tulang rawan penutup) dan tulang rawan trikoid (cincin stempel) yang letaknya paling bawah. Pita suara terletak di dinding laring bagian dalam.
4.    Trakhea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan pita yang tersusun atas otot polos dan tulang rawan yang berbentuk hurup ’C’ pada jarak yang sangat teratur. Dinding trakea tersusun atas tiga lapisan jaringan epitel yang dapat menghasilkan lendir yang berguna untuk menangkap dan mengembalikan benda-benda asing ke hulu saluran pernafasan sebelum masuk ke paru-paru bersama udara penafasan.
5.    Bronkus
Merupakan cabang batang tenggorokan yang jumlahnya sepasang, yang satu menuju ke paru-paru kiri dan yang satunya menuju paru-paru kanan. Dinding bronkus terdiri atas lapisan jaringan ikat, lapisan jaringan epitel, otot polos dan cincin tulang rawan. Kedudukan bronkus yang menuju kekiri lebih mendatar dari pada ke kanan. Hal ini merupakan salah satu sebab mengapa paru-paru kanan lebih mudah terserang penyakit
6.    Bronkiolus
Bronkeolus merupakan cabang dari bronkus, dindingnya lebih tipis dan salurannya lebih tipis. Bronkeolus bercabang-cabang menjadi bagian yang lebih halus.
7.    Alveolus
Saluran akhir dari saluran pernafasan yang berupa gelembung-gelembung udara. Dinding aleolus sanat tipis setebal silapis sel, lembap dan berdekatan dengan kapiler- kapiler darah. Adanya alveolus memungkinkan terjadinya luasnya daerah permukaan yang berperan penting dalam pertukaran gas. Pada bagian alveolus inilah terjadi pertukaran gas-gas O2 dari udara bebas ke sel-sel darah, sedangkan perukaran CO2 dari sel-sel tubuh ke udara bebas terjadi.
8.    Paru-paru
Paru-paru terletak dalam rongga dada dibatasi oleh otot dada dan tulang rusuk, pada bagian bawah dibatasi oleh otot dafragma yang kuat. Paru-paru merupakan himpunana dari bronkeulus, saccus alveolaris dan alveolus. Diantara selaput dan paru-paru terdapat cairan limfa yang berfungsi untuk melindungi paru-paru pada saat mengembang dan mengempis. Mengembang dan mengempisnya paru-paru disebabkan karena adanya perubahan tekana rongga dada.
Ø Paru-paru kanan
o  berlobus tiga
o  Bronkus kanan bercabang tiga
Ø Paru-paru kiri
o  berlobus dua
o  Bronkuis kiri bercabang dua
o  Posisinya lebih mendatar
Dibungkus oleh lapisanpleura yang berfungsi menghindari gesekan saat bernafas

b)  Fisiologi
Mekanisme Pernafasan Manusia.
Pernafasan pada manusia dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:
Ø Pernafasan dada
Pada pernafasan dada otot yang erperan penting adalah otot antar tulang rusuk. Otot tulang rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot tulang rusuk luar yang berperan dalam mengangkat tulang-tulang rusuk dan tulang rusuk dalam yang berfungsi menurunkan atau mengembalikan tulang rusuk ke posisi semula. Bila otot antar tulang rusuk luar berkontraksi, maka tulang rusuk akan terangkat sehingga volume dada bertanbah besar. Bertambah besarnya akan menybabkan tekanan dalam rongga dada lebih kecil dari pada tekanan rongga dada luar. Karena tekanan uada kecil pada rongga dada menyebabkan aliran udara mengalir dari luar tubuh dan masuk ke dalam tubuh, proses ini disebut proses ’inspirasi’
Sedangkan pada proses espirasi terjadi apabila kontraksi dari otot dalam, tulang rusuk kembali ke posisi semuladan menyebabkan tekanan udara didalam tubuh meningkat. Sehingga udara dalam paru-paru tertekan dalam rongga dada, dan aliran udara terdorong ke luar tubuh, proses ini disebut ’espirasi’.
Ø Pernafasan perut
Pada pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma dan otot dinding rongga perut. Bila otot diafragma berkontraksi, posisi diafragma akan mendatar. Hal itu menyebabkan volume rongga dada bertambah besar sehingga tekanan udaranya semakin kecil. Penurunan tekanan udara menyebabkan mengembangnya paru-paru, sehingga udara mengalir masuk ke paru- paru(inspirasi).
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun karma sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.
Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam.
Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh.
Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar.
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.
Ada tiga proses respirasi yaitu ventilasi, difusi, dan transportasi gas.
1.      Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan proses aktif dan pasif yang mana otot-otot interkosta interna berkontraksi  dan mendorong dinding dada sedikit kearah luar akibatnya diafragma turun dan otot diafragma berkontraksi. Pada ekspirasi, diafragma dan otot-otot interkosta eksterna relaksasi dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, dan udara terdorong keluar.
2.      Difusi / Pertukaran gas pulmonal mencakup 2 proses yang independent, pernapasan internal- pertukaran gas    antara alveoli dengan aliran darah dan pernapasan eksternal- pertukaran gas antara kapiler dalam tubuh dengan sel-sel tubuh. Kedua proses tersebut mencakup perpindahan gas melalui difusi- perpindahan gas dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke tempat yang berkonsentrasi lebih rendah. Kecepatan perpindahan gas ini bergantung pada konsentrasi atau pada tekanan yang dikeluarkan oleh gas ( tekanan parsial). Secara umum udara yang kita hirup sebenarnya merupakan  campuran yang mengandung kira-kira 21% oksigen, 0,04% karbondioksida, dan 78% nitrogen.
3.         Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah). Masuknya O2  ke dalam sel darah yang bergabung dengan hemoglobin yang kemudian membentuk oksihemoglobin sebanyak 97 %  dan sisa 3% yang di transportasikan ke dalam cairan plasma dan sel.



2.      Definisi
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring (Arima, 2006 dan Nasional Cancer Institute, 2009) .
3.      Etiologi
Pada umumnya kanker disebabkan karena adanya pertumbuhan sel kanker yang tidak terkontrol. Kanker dapat juga timbul karena adanya faktor keturunan (genetik), lingkungan, dan juga virus. Kanker nasopharing disebabkan karena adanya perkembangan sel kanker yang tidak terkontrol di bagian nasopharing. Namun pada banyak kasus, nasopharing carsinoma disebabkan karena adanya faktor keturunan (genetik).
Adapun faktor resiko penyebab adanya kanker nasopharing, antara lain:

*      Factor predisposisi
a.       Jenis kelamin: laki-laki (kebiasaan mengkonsumsi ikan bakar dan ikan asin)
b.      Genetik : ditemukan kasus herediter atau familier dari pasien karsinoma nasofaring dengan keganasan pada organ tubuh lain.
c.       Umur : Lansia rentan terhadap penyakit akibat dari penurunan fungsi organ.
*      Factor presipitasi :
a.       Ikan  asin : yaitu  makanan yang di awetkan yang mengandung nitrosamine sehingga mengaktifkan virus Epstein Barr.
b.      Lingkungan : yaitu  karena adanya iritasi oleh bahan kimia,kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu,asap industry dan asap  kayu
c.       Infeksi akibat dari virus Epstein-Barr,asap dan lain-lain.
d.      Status ekonomi yang rendah
e.       Daya tahan tubuh rendah akibat dari nutrisi yang kurang berkaitan dan seseorang tidak bias mencukupi statis nutrisinya.
f.       Ras dan keturunan
g.      Radang kronis dan nasofaring

4.   Patofisiologi

Nasofaring terletak di belakang tabir langit-langit dan di bawah dasartengkorak.letak yang demkian sulit untuk diperiksa oleh orang yang bukan ahli, sehingga sering kali tumor ditemukan terlambat dan menyebabkan metastase ke leher.
Telah diketahui sejauh ini bahwa proses terjadinya  penyakit kanker berlangsung dalam tahapan tahapan yang disebut sebagai mekanisme karsinogenesis. Bermula dari terjadinya defek atau kesalahan letak susunan DNA dalam sel manusia yang mengakibatkan tidak terkontrolnya mekanisme pertumbuhan sel. Sel akan tumbuh tidak normal dan berlebihan. Berbagai faktor telah diketahui atau dicurigai sebagai penyebab terjadinya kekacauan struktur ini. Antara lain disebutkan faktor makanan, seperti konsumsi lemak yang terlalu tinggi, pola hidup, seperti perokok berat, faktor eksternal seperti sinar ultraviolet dan sinar radioaktif, pajanan pada bahan kimia atau oleh virus. Berbagai kekacauan struktur ini telah dapat diidentifikasi oleh para pakar, misalnya kelainan pada struktur gen BRCA1 dan BRCA2 selalu diasosiasikan dengan kanker payudara atau indung telur (ovarium), atau gen HLA A2B46 pada pasien kanker nasofaring. Perubahan genetik ini mengakibatkan proliferasi sel sel kanker secara tidak terkontrol. Beberapa perubahan genetik ini sebagian besar akibat mutasi, putusnya kromosom (chromosome breaks) dan delesi pada sel sel somatik. Sebagian lagi bersifat diturunkan Adakalanya manifestasi kanker ini memerlukan pula pemicu, terutama pada kelainan struktur gen yang diturunkan.
Adapun tingkatan dari kanker ini adalah:
1.   Stadium 0: Sel-sel kanker masih berada dalam batas nasopharing, biasa disebut dengan nasopharynx in situ
2.    Stadium 1: Sel kanker menyebar di bagian nasopharing
3.   Stadium 2: Sel kanker sudah menyebar pada lebih dari nasopharing ke rongga hidung. Atau dapat pula sudah menyebar di kelenjar getah bening pada salah satu sisi leher.
4.   Stadium 3: Kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di semua sisi leher
5.   Stadium 4: kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang sekitar wajah.
Dari tingkatan-tingkatan inilah dokter dapat menentukan jenis pengobatan yang tepat bagi penderita.

5.   Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada kanker nasofaring  adalah :

  1.  Epiktasis : sekitar 70% pasien mengalami gejala ini, diantaranya 23,2 % pasien datang berobat dengan gejala awal ini . Sewaktu menghisap dengan kuat sekret  dari rongga hidung atau nasofaring , bagian dorsal palatum mole bergesekan dengan permukaan tumor , sehingga pembuluh darah di permukaan tumor robek dan menimbulkan epiktasis. Yang ringan timbul epiktasis, yang berat dapat timbul hemoragi nasal masif.
  2. Hidung tersumbat : sering hanya sebelah dan secara progesif bertambah hebat. Ini disebabkan tumor menyumbat lubang hidung posterior.
  3. Tinitus dan pendengaran menurun: penyebabnya adalah  tumor di resesus faringeus dan di dinding lateral nasofaring menginfiltrasi , menekan tuba eustaki, menyebabkan tekana negatif di dalam kavum timpani , hingga terjadi otitis media transudatif . bagi pasien dengan gejala ringan, tindakan dilatasi tuba eustaki dapat meredakan sementara. Menurunnya kemmpuan pendengaran karena hambatan konduksi, umumnya disertai rasa penuh di dalam telinga.
  4. Sefalgia : kekhasannya adalah nyeri yang kontinyu  di regio temporo parietal  atau oksipital satu sisi. Ini sering disebabkan desakan tumor, infiltrasi saraf kranial atau os basis kranial, juga mungkin karena infeksi lokal atau iritasi pembuluh darah yang menyebabkan sefalgia reflektif.
  5. Rudapaksa saraf  kranial : kanker nasofaring meninfiltrasi dan ekspansi direk ke superior, dapat mendestruksi silang basis kranial, atau melalui saluran atau celah alami kranial masuk ke area petrosfenoid dari fosa media intrakanial (temasuk foramen sfenotik, apeks petrosis os temporal, foramen ovale, dan area sinus spongiosus ) membuat saraf kranial III, IV, V dn VI rudapaksa, manifestasinya berupa ptosis wajah  bagian atas, paralisis otot mata ( temasuk paralisis saraf abduksi tersendiri ), neuralgia trigeminal atau nyeri area temporal akibat iritasi meningen ( sindrom fisura sfenoidal ), bila terdapat juga rudapaksa saraf kranial II, disebut sindrom apeks orbital atau petrosfenoid.
  6. Pembesaran kelenjar limfe leher : lokasi tipikal metastasisnya adalah kelenjar limfe kelompok profunda superior koli, tapi karena kelompok kelenjar limfe tersebut permukaannya tertutup otot sternokleidomastoid, dan benjolan tidak nyeri , maka pada mulanya sulit diketahui. Ada sebagian pasien yang metastasis kelenjar limfenya pertama kali muncul di regio untaian nervi aksesorius di segitiga koli posterior.
  7. Gejala metastasis jauh : lokasi meatstasis paling sering ke tulang, paru, hati . metastasi tulang tersering ke pelvis, vertebra, iga dan keempat ekstremitas. Manifestasi metastasis tulang adalah nyeri kontinyu dan nyeri tekan setempat, lokasi tetap dan tidak berubah-ubah dan secara bertahap bertambah hebat. Pada fase ini tidak selalu terdapat perubahan pada foto sinar X, bone-scan seluruh tubuh dapat membantu diagnosis. Metastasis hati , paru dapat sangat tersembunyi , kadang ditemukan ketika dilakukan tindak lanjut rutin dengan rongsen thorax , pemeriksaan hati dengan CT atau USG

6.   Pemeriksaan Penunjang
1)       Pemeriksaan radiologik konvensional
            Pada pemeriksaan radiologik konvensional foto tengkorak potongan antero-posterior, lateral dan posisi Waters tampak massa jaringan lunak di daerah nasofaring. Pada foto dasar tengkorak ditemukan destruksi atau erosi tulang di daerah fosa serebri media.
2)      Pemeriksaan tomografi komputer
Pemeriksaan yang paling dipercaya untuk menetapkan stadium tumor dan perluasan tumor. Pada stadium dini terlihat adanya asimetri dari resesus lateralis, torus tubarius dan dinding posterior nasofaring.
3)         Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal dll. Dapat mendeteksi kemungkinan adanya metastase jauh. Pemeriksaan serum darah untuk mengukur kadar Ig A anti VCA, anti EA dan lain-lain terhadap virus Epstein-Barr dapat dilakukan untuk memamstikan adanya tumor, mendeteksi kekambuhan atau mendeteksi secara dini (Roezin, 2003).

Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi dapat dilakukan   dengan 2 cara (Roezin, 2004):
1)      Mengambil biopsi daru hidung yaitu mengambil jaringan tumor tanpa melihat dengan jelas tumornya. Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menyelususri konka inferior terus ke belakang dan diarahkan ke lateral.

2)      Mengambil biopsi dari rongga mulut. Cara ini dilakukan dengan bantuan 2 buah kateter nelaton yang masing-masing dimasukkan melalui hidung, lalu dikeluarkan melalui mulut sehingga dapat menarik palatum mole ke depan. Kemudian dengan kaca tenggorok dilihat daerah nasofaring. Setelah terlihat massa tumor dengan jelas dilakukan biopsi yang terarah.

Bagian THT FKUI-RSCM dipakai stadium tumor (1992):
T = Menggambarkan kedaan tumor primer
T 1= Tumor terbatas pada 1 lokasi di nasofaring
T 2= Tumor meluas lebih dari 1 lokasi, tetapi masih di dalam rongga nasofaring.
T 3 = Tumor meluas ke rongga hidung atau orofaring
T 4 = Tumor meluas ke tengkorak tanpa atau sudah mengenai saraf-saraf otak.
N = Menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional.
N0 = Tidak ada pembesaran kelenjar
N 1 = Terdapat pembesaran sebuah kelenjar homolateral yang masih digerakkan dengan diameter ≤ 3cm
N 2 = Terdapat pembesaran sebuah kelenjar kontralateral/bilateral danmasih dapat digerakkan, diameter antara 3-6 cm.
N3 = Terdapat pembesaran kelenjar baik homolateral, kontralateral atau bilateral yang melekat pada jaringan sekitarnya atau dengan diameter lebih dari 6 cm.
M = Metastasis jauh
M 0 = Tidak ada metastasis jauh
M 1 = Terdapat metastasis jauh.

Stadium I:
T1                                            N0                               M0

Stadium II:
T2                                            N0                               M0

Stadium III:   
T1/T2/T3                                 N1                               M0
Atau T3                                   N0                               M0

Stadium IV:
T4                                            N0/N1                         M0
Atau T1/T2/T3/T4                   N2/N3                         M0
Atau T1/T2/T3/T4                   N0/N1/N2/N3             M1


7.   Penatalaksanaan Medis
Beberapa macam pengobatan untuk penderita nasopharing carsinoma, antara lain:
1.      Terapi Radiasi
Terapi ini dapat merusak dengan cepat sel-sel kanker yang tumbuh. Terapi ini dilakukan selama 5-7 minggu. Terapi ini digunakan untuk kanker pada tingkatan awal.
Efek samping dari terapi ini adalah: mulut terasa kering, kehilangan pendengaran dan terapi ini memperbesar resiko timbulnya kanker pada lidah dan kanker tulang.
2.      Kemoterapi
Merupakan terapi dengan menggunakan bantuan obat-obatan. Terapi ini bekerja dengan cara mereduksi sel-sel kanker yang ada, namun adakalanya sel-sel yang sehat (tidak terkena kanker) juga tereduksi.
Efek samping dari terapi ini adalah: rambut rontok, mual, lemas(seperti kehilangan tenaga). Efek samping yang timbul tergantung pada jenis obat yang diberikan.
3.      Pembedahan
Tujuan dari pembedahan ini adalah untuk mengambil kelenjar getah bening yang telah terkena kanker.
4.      Radioterapi
Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik, hygiene mulut, bila ada infeksi mulut diperbaiki dulu. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik), pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
5.Terapi Biologis
Dewasa ini masih dalam taraf penelitian laboraturium dan uji klinis.
6. Terapi Herbal TCM
Dikombinasi dengan radioterapi dan kemoterapi, mengurangi reaksi radiokemoterapi , fuzhengguben ( menunjang, memantapkan ketahanan tubuh) , kasus stadium lanjut tertentu yang tidak dapat diradioterapi atau kemoterapi masih dapat dipertimbangkan hanya diterapi sindromnya dengan TCM. Efek herba TCM dalam membasmi langsung sel kanker dewasa ini masih dalam penelitian lebih lanjut.


8.   Komplikasi
Komplikasi akut yang dapat terjadi adalah:
1)      Mukositis : Mukositis oral merupakan inflamasi pada mukosa mulut berupa eritema dan adanya ulser yang biasanya ditemukan pada pasien yang mendapatkan terapi kanker. Biasanya pasien mengeluhkan rasa sakit pada mulutnya dan dapat mempengaruhi nutrisi serta kualitas hidup pasien.

2)      Kandidiasis : Pasien radioterapi sangat mudah terjadi infeksi opurtunistik berupa kandidiasis oral yang disebabkan oleh jamur yaitu Candida albicans. Infeksi kandida ditemukan sebanyak 17-29% pada pasien yang menerima radioterapi.

3)      Dysgeusia adalah respon awal berupa hilangnya rasa pengecapan, dimana salah satunya dapat disebabkan oleh terapi radiasi.

4)      Xerostomia : Xerostomia atau mulut kering dikeluhkan sebanyak 80% pasien yang menerima radioterapi. Xerostomia juga dikeluhkan sampai radioterapi telah selesai dengan rata-rata 251 hari setelah radioterapi. Bahkan tetap dikeluhkan setelah 12-18 bulan setelah radioterapi tergantung pada dosis yang diterima kelenjar saliva dan volume jaringan kelenjar yang menerima radiasi.

Komplikasi kronis adalah:
1)      Karies gigi : Karies gigi dapat terjadi pada pasien yang menerima radioterapi. Karies gigi akibat paparan radiasi atau yang sering disebut dengan karies radiasi adalah bentuk yang paling destruktif dari karies gigi, dimana mempunyai onset dan progresi yang cepat. Karies gigi biasanya terbentuk dan berkembang pada 3-6 bulan setelah terapi radiasi dan mengalami kerusakan yang lengkap pada semua gigi pada periode 3-5 tahun.

2)      Osteoradionekrosis : Osteoradionekrosis (ORN) merupakan efek kronis yang penting pada radioterapi. Osteoradionekrosis adalah nekrose iskemik tulang yang disebabkan oleh radiasi yang menyebabkan rasa sakit karena kehilangan banyak struktur tulang.

3)      Nekrose pada jaringan lunak : Komplikasi oral kronis lain yang dapat terjadi adalah nekrose pada jaringan lunak, dimana 95% kasus dari osteoradionekrosis berhubungan dengan nekrose pada jaringan lunak. Nekrose jaringan lunak didefinisikan sebagai ulser yang terdapat pada jaringan yang terradiasi, tanpa adanya proses keganasan (maligna). Evaluasi secara teratur penting dilakukan sampai nekrose berkurang, karena tidak ada kemungkinan terjadinya kekambuhan. Timbulnya nekrose pada jaringan lunak ini berhubungan dengan dosis, waktu, dan volume kelenjar yang terradiasi.
Reaksi akut terjadi selama terapi dan biasanya bersifat reversibel, sedangkan reaksi yang bersifat kronis biasanya terjadi menahun dan bersifat irreversibel.
4)      Gagal napas dapat terjadi karena adanya metastase dari tumor nasofaring sampai pada trakea sehingga terjadi sumbatan total pada trakea, transportasi oksigen menjadi terhambat, jika hal ini terus dibiarkan maka dapat mengakibatkan gagal napas.
5)      Peningkatan tekanan intrakranial, dapat terjadi ketika metastase tomor sudah mencapai lapisan otak, dan menekan/menyesak duramater otak sehingga merangsang peningkatan tekanan intra kranial.

B.     Konsep Dasar Keperawatan
                   I.            Pengkajian Pola Gordon
1.      Pola Persepsi Kesehatan manajemen Kesehatan
           Tanyakan pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang dideritanya dan               pentingnya kesehatan bagi klien? Biasanya klien yang datang ke rumah sakit sudah mengalami gejala pada stadium lanjut, klien biasanya kurang mengetahui penyebab terjadinya serta penanganannya dengan cepat. Kebiasaan makan makanan yang terpapar ebstein barr virus, makanan yang mengandung pengawet
(karsinogenik), terpapar bahan-bahan kimia seperti tinggal di area dekat pabrik, pengolahan limbah, asap kayu bakar.

2.      Pola Nutrisi Metabolic
            Kaji kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahan pengawet), anoreksia,  mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan, perubahan kelembaban/turgor kulit. Biasanya klien akan mengalami penurunan berat badan akibat inflamasi penyakit dan proses pengobatan kanker.

3.      Pola Eliminasi
Kaji bagaimana pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin,    perubahan bising usus, distensi abdomen. Biasanya klien tidak mengalami gangguan eliminasi.

4.      Pola aktivas latihan
            Kaji bagaimana klien menjalani aktivitas sehari-hari. Biasanya klien mengalami           kelemahan atau keletihan akibat progresivitas tumor.
Ø  Stadium pertama dan dua : Sesak nafas,
Ø  Stadium tiga                        : Tidak bisa menggerakan kepala.
Ø  Stadium empat                   : Sakit kepala, hambatan mobilisasi.

5.       Pola istirahat tidur
Kaji perubahan pola tidur klien selama sehat dan sakit, berapa lama klien tidur dalam sehari? Biasanya klien mengalami perubahan pada pola istirahat. Adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
6.       Pola kognitif persepsi
Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan penglihatan,pendengaran, perabaan, penciuman,perabaan dan kaji bagaimana klien dalam berkomunikasi?  Biasanya klien mengalami gangguan pada indra penciuman.
7.        Pola persepsi diri dan konsep diri
Kaji bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang dideritanya? Konsep diri pasien terutama gambaran diri terhadap perubahan tubuh misalnya adanya massa yang  nampak pada hidung, massa yang mengalami penyebaran ke depan sehingga bermanifestasi gejala leher gondok, polip pada hidung, tuba eustachius pada telinga. Apakah klien merasa rendah diri terhadap penyakit yang dideritanya ? Biasanya klien akan merasa sedih dan rendah diri karena penyakit yang dideritanya. Ideal diri terhadap kesembuhan pasien. Harga diri mengenai penyakitnya yang mempengaruhi aktivitas sehingga tidak bias berkerja.  Identitas diri mengkaji pekerjaan pasien, peran diri pasien sebagai kepala rumah tangga.
8.        Pola peran hubungan
Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama dirawat di Rumah Sakit? Dan bagaimana hubungan sosial klien dengan masyarakat sekitarnya? Biasanya klien lebih sering tidak mau berinteraksi dengan orang lain. Malu berinteraksi, takut merepotkan orang lain, dan keluarga sangat berperan dalam proses penyembuhan pasien.
9.        Pola reproduksi dan seksualitas
Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan? Apakah ada perubahan kepuasan pada klien? Biasanya klien akan mengalami gangguan pada hubungan dengan pasangan karena sakit yang diderita oleh klien.
10.    Pola koping dan toleransi stress
Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah? Apakah klien menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres? Biasanya klien akan sering bertanya tentang pengobatan, proses pengobatan yang membutuhkan waktu yang lama, kualitas hidup bagaimana?
11.   Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi penyakitnya? Apakah ada pantangan agama dalam proses penyembuhan klien? Biasanya klien lebih mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa.


                II.            Diagnosa Keperawatan
1)   Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d terdapat benda asing di jalan nafas.
2)   Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nyeri menelan
3)   Nyeri akut b/d agen-agen penyebab cidera
4)   Ansietas b/d ancaman kematian.
5)   Defisiensi pengetahuan b/d keterbatasan kognitif.
6)   Gangguan pertukan gas b/d  perubahan  membrane kapiler-alveolar
7)     Ketidakefektifan pola nafas b/d hiperventilasi
8)   Gangguan presepsi sensori pendengaran b/d perubahan resepsi, transmisi, dan/ integrasi sensori
9)   Resiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun
10)  Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskular.
11)  Resiko kerusakan integritas kulit b/d factor mekanik (mis: terpotong, terkena tekanan dan akibat restrain)
12)  Resiko cedera b/d disfungsi sensori.
13)  Hambatan komunikasi verbal b/d defek anatomis pita suara.

             III.            Intervensi dalam NIC dan NOC
              I.      Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d terdapat benda asing di jalan nafas.
Data subyektif:
-          Menyatakan kesulitan untuk bernafas.
Data obyektif:
-          Sesak nafas
-          Frekuensi nafas > 20 x/menit
NOC: kepatenan jalan napas
Intervensi
Rasional
·         Kaji frekuensi, kedalamaan, dan upaya pernapasan.


·         Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam.

·         Atur posisi pasien dengan bagian kepala tempat tidur dtitinggikan 450.

·         Penghisapan nasofaring untuk mengeluarkan sekret.


·         Berikan udara/oksigen yang telah dihumidifikasi sesuai dengan kebijakan institusi.


Takipneu biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan/selama stress/adanya proses infeksi akut.

memudahkan pengeluaran sekret.


Memungkinkan untuk pengembangan maksimal rongga dada.

Mempermudah pengeluaran sekret.



Kelembaban menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan dapat membantu menuerunkan/mencegah pembentukan mukosa tebal pada nasofaring.

          II.      Nutrisi, ketidakseimbangan: kurang dari kebutuhan tubuh b/d nyeri menelan.
Data subyektif:
-          Mengemukakan tidak nafsu makan, sakit saat mengunyah.
-          Kadang-kadang mual
Data obyektif:
-          BB menurun
-          Kulit kering
-          Turgor kurang baik
-          Tampak lemas.
NOC: asupan makanan dan cairan adekuat






Intervensi
Rasional
·         Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan



·         Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.


·         Berikan pasien minuman dan kudapan bergizi, tinggi protein, tinggi kalori yang siap dikonsumsi

·          Timbang pasien pada interval yang tepat.


·         Ubah posisi pasien semi Fowler atau Fowler tinggi.

·          Identifikasi perubahan pola makan.


·         Konsultasikan pada ahli gizi untuk memeberikan makanan yang mudah dicerna, secara nutrisi seimbang.

U Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.

Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.

Untuk memenuhi kebutuhan asupan kalori yang adekuat.


 Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet).

Untuk memudahkan menelan dan untuk mencegah aspirasi.

Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.

Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu unutk memberikan nutrisi maksimal dnegan upaya minimal pasien/penggunaan energi.



       III.      Nyeri akut b/d agen-agen penyebab cidera
Data subyektif:
-          Menyatakan nyeri kepala
Data obyektif:
-          Raut muka menyeringai
-          Perilaku berhati-hati
-          Perilaku mengalihkan: menangis, merintih
NOC: pengendalian nyeri
Intervensi
Rasional
·         Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10.

·         Ajarkan penggunaan teknik relaksasi.


·          Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas, bukan pada nyeri dan rasa tidak nyaman dengan melakukan pengalihan melalui televisi, radio, tape, dan interaksi dengan pengunjung.

·         Jadwalkan periode istirahat, berikan lingkungan yang tenang.

·         Gunakan pendekatan yang positif Untuk mengoptimalkan respons pasien terhadap analgesik.

·         Kelola nyeri pascabedah awal dengan pemberian opiat yang terjadwal.
Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan/keefektifan intervensi

dapat mengurangi rasa ketidaknyamanan karena nyeri

meningkatkan relaksasi dan pengaliha perhatian. Menghilangkan ketiadaknyamanan dan meningkatkan efek terapi nonfarmakologis.

1.  

Penurunan kelemahan dan menghemat energi, meningkatkan kemampuan koping.

Membantu memurunkan ambang persepsi nyeri dan mengoptimalkan respon terhadap analgesik.

Mempertahankan kadar obat lebih konstan menghindari puncak periode nyeri.

IV.            Ansietas b/d perubahan status kesehatan.
DS:
·         Pasien mengeluh ketakutan.
DO:
·         Gelisah
·         Wajah tegang
NOC: menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas.
Intervensi
Rasional
·         Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.

·         Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal pikiran dan perasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas.
·         Pada saat ansietas berat, dampingi pasien, bicara dengan tenang, dan berikan ketenangan serta rasa nyaman.

·         Sediakan pengalihan melalui televisi, radio, permainan, serta okupasi.

·         Dampingi pasien (misalnya, selama prosedur) untuk meningkatkan keamanan dan mengurangi rasa takut.

·         Berikan obat untuk menurunkan ansietas.
Memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.

Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/salah interpretasi terhadap informasi.

Dapat membantu menurunkan ansietas dan membantu memampukan pasien mulai membuka/menerima kenyataan kanker dan pengobatannya.

Menurunkan ansietas dan memperluas fokus.


Mengurangi ansietas karena tindakan prosedur.


Membantu menurunkan ansietas melalui terapi farmakologis.

V.            Defisiensi pengetahuan b/d keterbatasan kognitif.
DS:
·         Pasien mengungkapkan masalah secara verbal
DO:
·         Tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara akurat
·         Pasien tampak histeris
NOC: memperlihatkan pengetahuan proses penyakit.
Intervensi
Rasional
·         Lakukan penilaian terhadap tingkat pengetahuan pasien saat ini dan pemahaman terhadap materi.

·         Bina hubungan saling percaya.

·          
Memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.


Mempermudah proses pembelajaran/penyuluhan prosedur terapi yang diberikan.



VI.            Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolar.
DS:
·         pasien mengatakan sulit bernapas
·         sakit kepala
DO:
·         pasien tampak sesak napas
·         napas cuping hidung
NOC: Pertukaran gas tidak akan terganggu

Intervensi
Rasional
Kaji frekuensi, kedalam pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir, ketidak mampuan bicara/berbincang.

Jelaskan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur.

Ajarkan kepada pasien teknik bernafas dan relaksasi.

Dorong pengeluaran sputum : pengisapan bila diindikasikan.



awasi tingkat kesadaran atau status mental selidiki adanya perubahan.

Bantu intubasi, berikan/pertahankan ventilasi mekanik.
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan/ atau kronisnya proses penyakit.

Untuk menurunkan ansietas dan meningkatkan rasa kendali.

Membantu pasien agar tidak terjadi sesak dan pasien bisa bernafas dengan normal.

Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukan gas pada jalan nafas kecil. Pengisap dibutuhkaan bila batuk tidak efektif.

Gelisah dan asietas adalan manisfestasi umum pada hipoksia.

Terjadinya atau kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya  tindakan penyelamatan hidup.


VII.            Ketidakefektifan pola nafas b/d hiperventilasi
DS:
·         Dispnea
·         Napas pendek
DO:
·         Napas dalam
·         Pernapasan cuping hidung
·         Tampak sesak napas
NOC: ventilasi tidak terganggu


Intervensi
Rasional
Selidiki etiologi gagal pernafasan





Auskultasi dada secara periodic catat adanya/tak adanya dan kualitas bunyi nafas, bunyi nafas tambahan, juga simestrisitas gerakan dada.

Observasi pola nafas. Catat adanya/tak adanya dan kualitas bunyi nafas,bunyi nafas tambahan juga simetrisitas gerakan dada.


Pertahankan tas resusitasi disamping tempat tidur dan ventilasi manual kapanpun diindikasikan.

Catat tekanan jalan nafas.
Pemahan penyebab masalah pernafasan penting untuk perawatan pasien contoh: keputusan tentang kemampuan pasien yang akan datang/kebutuhan ventilasi dan tipe paling tepat dukungan ventilator.

Memberikan informasi tentang aliran udara melalui trakeao bronkeal dan adanya/tak adanya cairan, obstruksi mukosa.


Pasien pada ventilator dapat mengalami hiperventilasi/hipoventilasi,dyspnea/lapar udara dan berupaya memperbaiki kekurangan dengan bernapas berlebihan.

Memberikan/menyediakan ventilasi adekuat pasien ada masalah pada alat sementara dilepas dari ventilator

Tekanan jalan nafas harus tetap relative konstan. Peningkatan tekanan yang terbaca di alarm menunjukkan peningkatan jalan nafas seperti dapat terjadi pada spasme bronkus, secret tetahan atau penurunan complain paru.


VIII.            Gangguan presepsi sensori pendengaran b/d perubahan resepsi, transmisi, dan/ integrasi sensori
DS:
·         Distorsi sensori
DO:
·         Perubahan ketajaman sensori
·         Konsentrasi buruk
·         Gelisah
NOC: status neurologik: fungsi motorik sensorik kranial
Intervensi
Rasional
·         Tentukan ketajaman pendengaran, apakah satu atau dua telinga terlibat .

·          Orientasikan pasien terhadap lingkungan.


·         Observasi tanda-tanda dan gejala disorientasi.


·         Mengumpulkan dan menganalisis data pasien
    Mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien .

2.  Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan proses penyembuhan.

Mengetahui faktor penyebab gangguan persepsi sensori  yang lain dialami dan dirasakan pasien.

Untuk mencegah atau meminimalkan komplikasi neurologis


IX.            Risiko infeksi b/d prosedur invasif
NOC: faktor risiko infeksi akan hilang
Intervensi
Rasional
·         Kaji adanya tanda-tanda infeksi.


·         Monitor tanda-tanda vital.

·         Intruksikan untuk menjaga hygiene personal.


·         Kolaborasi medis dengan pemberian antibiotik.


·         Melakukan pengendalian infeksi
Untuk memudahkan memberikan intervensi kepada pasien.

Merupakan tanda adanya infeksi apabila terjadi peradangan.
Untuk melindungi tubuh terhadap infeksi (mis: mencuci tangan)


Antibiotik dapat mencegah sekaligus membunuh kuman penyakit untuk berkembangbiak.

Meminimalkan penyebaran dan penularan agens infeksius.


X.            Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan musculoskeletal
DS:
·         Pasien mengatakan sulit bergerak
DO:
·         Perubahan cara berjalan
·         Tremor yang diinduksi oleh pergerakan
·         Melambatnya pergerakan
NOC: memperlihatkan mobilisasi

Intervensi
Rasional
Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.

Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.

Pantau tanda-tanda vital.

Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi sebagai sumber


Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.

Menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
Mempertahankan / meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
Mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat


Untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahakan atau meningkatkan mobilitas.


Untuk mengurangi resiko infeksi nosokomial.


XI.            kerusakan integritas kulit b/d factor mekanik (mis: terpotong, terkena tekanan dan akibat restrain)
DS:
DO:
·         kerusakan pada permukaan kulit (epidermis)
·         invasi struktur tubuh
NOC:menunjukkan penyembuhan luka
Intervensi
Rasional
Kaji warana kulit/suhu dan engisian kapiler paad area operasi dan tandur kulit

Lindugi lembaran kulit dan jahitan dari tegangan atau tekanan.


Rujuk ke perawat ahli terapi enterostoma



Catat atau laporkan adanya drainse seperti susu.

Berikan antibiotik oral, topical dan IV seuai indikasi.
Kulit harus berwarna merah muda atau mirip dengan warna kulit sekitarnya.

Tekanan dari selang atau plester trakeostomi atau tegangan pada jahitan dapat menggangu sirkulasi atau menyebabkan cidera jaringan.

Untuk mendapat bantuan dalam pencegahan, pengkajian, dan penanganan luka atau kerusakan kulit.

Drainase seperti susus biasanya tetap sedikt setelah 24 jam pertama.

Mencegah/mengontrol infeksi.


XII.            Resiko cedera b/d factor fisik (mis: kulit rusak, hambatan)
NOC: risiko cidera akan menurun
Intervensi
Rasional
Identifikasikan factor yang mempengaruhi kebutuhan keamaanan, mis: perubahan status mental, derajat keracunan, keletihan, usia kematangan, pengobatan dan defisik motoric dan sensorik (mis: berjalan dan keseimbangan.

Indentifikasi factor lingkungan yang memungkinkan resiko terjatuh (mis: lantai licin, karpet yang sobek, anak tangga tanpa pagar pengamanan)

Tinjau riwayat obstetrik pasien.


Berikan materi edukasi yang berhubungan dengan strategi dan tindakan untuk mencegah cidera.

Sediakan alat bantu berjalan (mis: tongkat dan walker)
Agar pasien dapat berjalan dengan seimbang dan mampu berjalan tanpa bantuan.





Menghindarkan pasien dari lingkungan yang memudahkannya terjatuh, sehingga pasien dapat berjalan tanpa gangguan lingkungan.


Mendapatkan informasi terkait yang dapat mempengaruhi induksi.

Memberi pengetahuan/ajaran kepada klien dalam melakukan tindakan guna pasien dapat mencegah/menghindari cidera.

Memudahkan pasien untuk berjalan.

XIII.            Hambatan komunikasi verbal b/d defek anatomis pita suara
DS:
DO:
·         Verbalisasi yang tidak sesuai
·         Kesulitan dalam berbicara atau mengungkapkan dengan kata-kata
·         Keinginan menolak untuk bicara
NOC:menunjukkan komunikasi
Intervensi
Rasional
Kaji dan dokumentasikan kemampuan untuk berbicara, mendengar, menulis, membaca dan memahami.

Jelaskan kepada pasien mengapa ia tidak dapat berbicara atau memahami, jika perlu.

Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan terapi bicara.

Bantu pasien/keluarga untuk mencari sumber bantuan untuk memperoleh alat bantu dengar.

Berikan kontinuitas dalam melaksanakan tugas keperawatan.
.untuk mengetahui tingat kemampuan dan ketidakmampuan pasien dalam berkomunikasi.

Agar pasien mengetahui keadaannya dan tidak berfikir lain tentang dirinya.

Membantu pasien agar cepat/mudah berkomunikasi.

Alat bantu dengar dapat membantu pendengaran sehingga dalam berkomunikasi pasien bisa melakukannya.

Untuk memelihara kepercayaan dan mengurangi frustasi.


1.        Discharge Planning

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan pasien sebelum kembali ke rumah yaitu :
1)      Memberi  pengertian tentang penyakit kangker Nasofaring
2)      Memberi informasi/penyuluhan untuk tetap memperhatikan keadekuatan asupan nutrisi.
3)      Menjelaskan tentang penyebab penyakit
4)      Memanifestasi klinik yang dapat ditanggulangi atau diketahui oleh klien dan keluarga.
5)      Menjelaskan tentang penatalaksanaan yang dapat klien dan keluarga lakukan.
6)      Klien dan keluarga dapat pergi ke rumah sakit atau puskesmas terdekat apabila ada gejala yang memberatkan penyakitnya.
7)      Keluarga harus mendorong atau memberikan dukungan pada pasien dalam menaati program pemulihan kesehatan.
8)      kontrol diri
9)      kontrol aktivitas.





BAB III
PEMBAHASAN KASUS

A.    Kasus

Seorang laki-laki berusia 58 tahun, datang berobat kedokter dengan keluhan benjolan dileher sebelah kiri, suara serak, mimisan , hidung tersumbat dan sakit kepala selama 6 bulan yang lalu. Kemudian dokter melakukan pemeriksaan dan diduga adanya tumor. Dilakukan pemeriksaan patologi anatomi (PA),pemeriksaan serologi secara PCR,hasil pemeriksaan serologi didapatkan peningkatan titer antibody terhadap EBV. Tn.A mempunyai kebiasaan mengkonsumsi ikan asin,ikan bakar dan produksi awetan lainnya.

B.     Kata kunci

Ø  Usia 58 tahun
Ø  Benjolan disebalah kiri
Ø  Suara serak
Ø  Mimisan
Ø  Hidung tersumbat
Ø  Sakit kepala sejak 6 bulan yang lalu
Ø  Pemeriksaan PA
Ø  Pemeriksaan serologi secara PCR
Ø  Peningkatan titer antibody terhadap EBV
Ø  Kebiasaan mengkonsumsi ikan asin, ikan bakar, dan produk awetan lainnya.


C.     Pembahasan Kata Kunci

Ø   Usia 58 tahun
o   Daya tahan tubuh menurun
o   Penurunan  fungsi organ tubuh
o   Tidak memperhatikan kesehatannya
o   Pola makan yang sering mengkonsumsi bahan awetan/kimia

Ø   Benjolan disebalah kiri
o   Adanya pembesaran/tumor pada nasofaring
o   Pembesaran kelenjer yang merupakan reaksi pertahanan tubuh terhadap infeksi . kanker merupakan respon imun ... imunodefisiensi/autoimun/........
o   Kanker yang tumbuh akibat mutasi sel limfosit yang sebelumnya normal
o   Pembesaran pada kelenjar getah bening


Ø   Suara serak
o   Adanya poli pada pita suara
o   Peradangan pada pita suara/laringitis
o   Desakan karsinoma/tumor

Ø   Mimisan
o   Pecahnya pembuluh darah akibat rupturnyan pada pembuluh darah di hidung
o   Adanya luka pada lapisan mukosa hidung

Ø   Hidung tersumbat
o   Terdapat sumbatan rongga hidung akibat adanya benda asing dimasukkan kedalam hidung.
o   Terdapat polip/tumor pada hidung
o   disebabkan tumor menyumbat lubang hidung posterior.

Ø   Sakit kepala sejak 6 bulan yang lalu
Biasanya terjasi karena infeksi selaput otak, Iritasi Kimiawi terhadap selaput otak, penegangan selaput otak, gangguan pembuluh darah, gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala.

Ø   Pemeriksaan PA
o   Spesialisasi medis yang berhubungan/berurusan dengan dignosis penyakit berdasarkan pada pemeriksaan kasar, mikroskopik. dan molekur atas organ, jaringan, sel.

Ø   Pemeriksaan serologi secara PCR
·         Uji serologi
Uji serologi yang sering digunakan untuk mendeteksi herpes zoster adalah ELISA.
·         PCR
PCR digunakan untuk mendeteksi DNA virus varicella-zoster di dalam cairan tubuh, contohnya cairan serebrospina.

Ø   Peningkatan titer antibody terhadap EBV
 Virus EBV (Eibstain Barr Virus) dikaitkan dengan perkembangan KNF.

Ø    Kebiasaan mengkonsumsi ikan asin, ikan bakar, dan produk awetan lainnya.
  Ikan asin mengandung nitrosamin yang merupakan karsinogen (zat pemicu        kanker).

D.    Pengkajian  Pola Gordon

Pengkajian pasien :
a)      Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Keadaan sebelum sakit : Pasien mempunyai kebiasaan mengkomsumsi ikan asin, ikan bakar, dan produk awetan lainnya.
            Riwayat penyakit saat ini :
a.       Keluhan utama : Sakit kepala.
b.      Riwayat keluhan utama : pasien mengeluh sakit kepala sejak 6 bulan yang lalu yang terasa memberat hingga sekarang disertai dengan  benjolan dileher sebelah kiri, suara sesak, mimisan, hidung tersumbat.

b)     Pola nutrisi dan metabolik
a.       Keadaan sebelum sakit : Tidak ada masalah dalam mengkomsumsi makanan. Pasien suka mengkomsumsi makanan ikan asin, ikan bakar dan produk awetan lainnya.
b.      Keadaan saat sakit: Pasien mengurangi mengkomsumsi makanan yang mengandung bahan awetan.

c)      Pola eliminasi
a.       Keadaan sebelum sakit : Tidak ada masalah dalam eliminasi baik BAB maupun BAK dan pasien tidak menggunakan alat bantu dalam pola eliminasi.
b.      Keadaan saat sakit : Pasien mengalami penyakit diare.

d)     Pola aktifitas
a.       Keadaan sebelum sakit : Tidak ada masalah dalam aktifitas dan pasien cuma merasakan sering sakit kepala jika terlalu banyak beraktifitas.
b.      Keadaan saat sakit : Sulit dalam beraktifitas kerena pasien mengalami adanya benjolan dileher sebelah kiri, suara serak, mimisan, hidung tersumbat dan sering sakit kepala yang membuat pasien kurang mampu untuk beraktifitas terlalu banyak.

e)      Pola tidur dan istirahat
a.       Keadaan sebelum sakit : Pasien mudah tidur dengan kebiasaan tidur rutin 2 jam tidur siang dan 8 jam tidur  malam, namun untuk tidur malam mengalami ketidak beraturan
b.      Keadaan saat sakit : Pasien mengalami kesulitan dalam tidur siang dan tidur malam karena pasian merasa sakit pada leher sebelah kiri, hidung tersumbat mimisin. Pasien mengatakan semenjak di rawat di RS pasien mulai bisa tidur dengan nyenyak.

f)       Pola peran- hubungan
a.       Keadaan sebelum sakit : Pasein tidak mengalami masalah dalam peran hungunan dangan orang lain. Hubungan pasien dengan kelurga, pasein sangat dekat dengan keluarganya.
b.      Keadaan saat sakit : Pasien mengalami penurunan peran hungunan . Keluarga pasien membantu klien dalam pemenuhan kebutuhannya


E.     Analisa Data dan Rencana Keperawatan

1.       Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d terdapat benda asing di jalan nafas.
Data subyektif:
-          Menyatakan kesulitan untuk bernafas.
Data obyektif:
-          Sesak nafas
-          Frekwensi nafas > 20 x/menit
-          Nampak kebiruan
-          Suara serak
NOC: kepatenan jalan napas.
Intervensi
Rasional
·         Kaji frekuensi, kedalamaan, dan upaya pernapasan.


·         Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam.

·         Atur posisi pasien dengan bagian kepala tempat tidur dtitinggikan 450.

·         Penghisapan nasofaring untuk mengeluarkan sekret.


·         Berikan udara/oksigen yang telah dihumidifikasi sesuai dengan kebijakan institusi.


Takipneu biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan/selama stress/adanya proses infeksi akut.

memudahkan pengeluaran sekret.


Memungkinkan untuk pengembangan maksimal rongga dada.

Mempermudah pengeluaran sekret.



Kelembaban menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan dapat membantu menuerunkan/mencegah pembentukan mukosa tebal pada nasofaring.

2.      Nutrisi, ketidakseimbangan: kurang dari kebutuhan tubuh b/d nyeri menelan.
Data subyektif:
-          Mengemukakan tidak nafsu makan, sakit saat mengunyah.
-          Kadang-kadang mual
Data obyektif:
-          BB menurun
-          Kulit kering
-          Turgor kurang baik
-          Tampak lemas.
NOC: asupan makanan dan cairan adekuat

Intervensi
Rasional
·         Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan



·         Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.


·         Berikan pasien minuman dan kudapan bergizi, tinggi protein, tinggi kalori yang siap dikonsumsi

·          Timbang pasien pada interval yang tepat.


·         Ubah posisi pasien semi Fowler atau Fowler tinggi.

·          Identifikasi perubahan pola makan.


·         Konsultasikan pada ahli gizi untuk memeberikan makanan yang mudah dicerna, secara nutrisi seimbang.

U Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.

Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.

Untuk memenuhi kebutuhan asupan kalori yang adekuat.


 Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet).

Untuk memudahkan menelan dan untuk mencegah aspirasi.

Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.

Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu unutk memberikan nutrisi maksimal dnegan upaya minimal pasien/penggunaan energi.

3.  Nyeri akut b/d agen-agen penyebab cidera
Data subyektif:
-          Menyatakan nyeri kepala
Data obyektif:
-          Raut muka menyeringai
-          Perilaku berhati-hati
-          Perilaku mengalihkan: menangis, merintih
NOC: pengendalian nyeri


Intervensi
Rasional
·         Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10.

·         Ajarkan penggunaan teknik relaksasi.


·          Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas, bukan pada nyeri dan rasa tidak nyaman dengan melakukan pengalihan melalui televisi, radio, tape, dan interaksi dengan pengunjung.

·         Jadwalkan periode istirahat, berikan lingkungan yang tenang.

·         Gunakan pendekatan yang positif Untuk mengoptimalkan respons pasien terhadap analgesik.

·         Kelola nyeri pascabedah awal dengan pemberian opiat yang terjadwal.
Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan/keefektifan intervensi

dapat mengurangi rasa ketidaknyamanan karena nyeri

meningkatkan relaksasi dan pengaliha perhatian. Menghilangkan ketiadaknyamanan dan meningkatkan efek terapi nonfarmakologis.

1.  

Penurunan kelemahan dan menghemat energi, meningkatkan kemampuan koping.

Membantu memurunkan ambang persepsi nyeri dan mengoptimalkan respon terhadap analgesik.

Mempertahankan kadar obat lebih konstan menghindari puncak periode nyeri.


4.      Ansietas b/d perubahan status kesehatan.
DS:
·         Pasien mengeluh ketakutan.
DO:
·         Gelisah
·         Wajah tegang
NOC: menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas.
Intervensi
Rasional
·         Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.

·         Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal pikiran dan perasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas.
·         Pada saat ansietas berat, dampingi pasien, bicara dengan tenang, dan berikan ketenangan serta rasa nyaman.

·         Sediakan pengalihan melalui televisi, radio, permainan, serta okupasi.

·         Dampingi pasien (misalnya, selama prosedur) untuk meningkatkan keamanan dan mengurangi rasa takut.

·         Berikan obat untuk menurunkan ansietas.
Memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.

Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/salah interpretasi terhadap informasi.

Dapat membantu menurunkan ansietas dan membantu memampukan pasien mulai membuka/menerima kenyataan kanker dan pengobatannya.

Menurunkan ansietas dan memperluas fokus.


Mengurangi ansietas karena tindakan prosedur.


Membantu menurunkan ansietas melalui terapi farmakologis.

5.      Defisiensi pengetahuan b/d keterbatasan kognitif.
DS:
·         Pasien mengungkapkan masalah secara verbal
DO:
·         Tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara akurat
·         Pasien tampak histeris
NOC: memperlihatkan pengetahuan proses penyakit.
Intervensi
Rasional
·         Lakukan penilaian terhadap tingkat pengetahuan pasien saat ini dan pemahaman terhadap materi.

·         Bina hubungan saling percaya.



·         Beri penyuluhan sesuai dengan tingkat pemahaman pasien, ulangi informasi bila diperlukan.





·         Ikutsertakan keluarga atau orang terdekat.


·         Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar.


·         Rencanakan penyesuaian dalam terapi bersama pasien dan dokter.
Memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.


Mempermudah proses pembelajaran/penyuluhan prosedur terapi yang diberikan.

Terdapat stresor yang berlebihan dan mungkin disertai dengan pengetahuan yang terebatas. Salah konsep kadang tak dapat dihindari, namun ketidakberhasilan untuk menggali dan memperbaikinya dapat mengakibatkan kegagalan pasien mencapai kemajuan kesehatan.

Membantu pasien untuk lebih mudah memperoleh informasi dan memahami mengenai masalah kesehatannya.

Meningkatkan kenyamanan dan mengurangi stresor sehingga pemahaman informasi lebih akurat.

Memfasilitasi kemampuan pasien mengikuti program terapi.


1 komentar: