BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di
Indonesia kanker nasofaring (bagian atas faring atau tenggorokan) merupakan
kanker terganas nomor 4 setelah kanker rahim, payudara dan kulit. Sayangnya,
banyak orang yang tidak menyadari gejala kanker ini, karena gejalanya hanya
seperti gejala flu biasa. Kanker nasofaring banyak dijumpai pada orang-orang
ras mongoloid, yaitu penduduk Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand,
Malaysia dan Indonesia juga di daerah India. Ras kulit putih jarang ditemui
terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker nasofaring juga merupakan jenis
kanker yang diturunkan secara genetik.
Kanker
nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT adalah penyakit yang disebabkan
oleh sel ganas (kanker) dan terbentuk dalam jaringan nasofaring, yaitu bagian
atas faring atau tenggorokan. Kanker ini paling sering terjadi di bagian THT,
kepala serta leher. Sampai saat ini belum jelas bagaimana mulai tumbuhnya
kanker nasofaring. Namun penyebaran kanker ini dapat berkembang ke bagian mata,
telinga, kelenjar leher, dan otak. Sebaiknya yang beresiko tinggi terkena
kanker nasofaring rajin memeriksakan diri ke dokter, terutama dokter THT.
Risiko tinggi ini biasanya dimiliki oleh laki-laki atau adanya keluarga yang
menderita kanker ini.
B.
Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan Ca Nasofaring?
C. Tujuan
a. Tujuan
Umum
Memahami asuhan keperawatan pada
klien dengan gangguan ca nasofaring
b. Tujuan Khusus
·
Mengetahui
defenisi dari karsinoma nasofaring
·
Mengetahui
etiologi dari karsinoma nasofaring
·
Mengetahui
manifestasi klinik dari karsinoma nasofaring
·
Mengetahui
patofisiologi dari karsinoma nasofaring
·
Mengetahui
patwodiagram dari karsinoma nasofaring
·
Mengetahui
komplikasi dari karsinoma nasofaring
·
Mengetahui
pemeriksaan fisik dari karsinoma nasofaring
·
Mengetahui
penatalaksanaan dari karsinoma nasofaring
· Mengetahui
pemeriksaan diagnostik dari karsinoma nasofaring
· Mengetahui diagnosa keperawatan pada klien dengan
penyakit karsinoma nasofaring
·
Mengetahui implementasi
pada klien dengan penyakit karsinoma nasofaring
· Mengetahui intervensi keperawatan pada klien dengan
penyakit karsinoma nasofaring
· Mengetahui perencanaan pulang pada klien dengan
penyakit karsinoma nasofaring
D. Manfaat
1. Mahasiswa
mampu memahami konsep teori dan konsep dasar keperwatan pada klien dengan
gangguan ca Nasofaring sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah persepsi
sensori.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
KONSEP MEDIS
1. Anatomi fisiologi
sistem respirasi
a)
Anatomi
1.
Hidung
Hidung terdiri dari
lubang hidung, rongga hidung, dan ujung rongga hidung. Rongga hidung banyak
memiliki kapiler darah, dan selalu lembap dengan adanya lendir yang dihasilkan
oleh mukosa. Didalam hidung udara disaring dari benda-benda asing yang tidak berupa
gas agar tidak masuk ke paru-paru. Selain itu udara juga disesuaikan suhunya
agar sesuai dengan suhu tubuh.
2.
Faring
Faring merupakan ruang
dibelakang rongga hidung, yang merupakan jalan masuknya udara dsri ronggs
hidung. Pada ruang tersebut terdapat klep (epiglotis) yang bertugas mengatur
pergantian perjalanan udara pernafasan dan makanan.
3.
Laring
Laring/pangkal batang
tenggorokan / kotak suara. Laring terdiri atas tulang rawan, yaitu jakun,
epiglotis, (tulang rawan penutup) dan tulang rawan trikoid (cincin stempel)
yang letaknya paling bawah. Pita suara terletak di dinding laring bagian dalam.
4.
Trakhea
Trakea atau batang
tenggorokan merupakan pita yang tersusun atas otot polos dan tulang rawan yang
berbentuk hurup ’C’ pada jarak yang sangat teratur. Dinding trakea tersusun
atas tiga lapisan jaringan epitel yang dapat menghasilkan lendir yang berguna
untuk menangkap dan mengembalikan benda-benda asing ke hulu saluran pernafasan
sebelum masuk ke paru-paru bersama udara penafasan.
5.
Bronkus
Merupakan cabang batang
tenggorokan yang jumlahnya sepasang, yang satu menuju ke paru-paru kiri dan
yang satunya menuju paru-paru kanan. Dinding bronkus terdiri atas lapisan
jaringan ikat, lapisan jaringan epitel, otot polos dan cincin tulang rawan.
Kedudukan bronkus yang menuju kekiri lebih mendatar dari pada ke kanan. Hal ini
merupakan salah satu sebab mengapa paru-paru kanan lebih mudah terserang
penyakit
6.
Bronkiolus
Bronkeolus merupakan
cabang dari bronkus, dindingnya lebih tipis dan salurannya lebih tipis.
Bronkeolus bercabang-cabang menjadi bagian yang lebih halus.
7.
Alveolus
Saluran akhir dari
saluran pernafasan yang berupa gelembung-gelembung udara. Dinding aleolus sanat
tipis setebal silapis sel, lembap dan berdekatan dengan kapiler- kapiler darah.
Adanya alveolus memungkinkan terjadinya luasnya daerah permukaan yang berperan
penting dalam pertukaran gas. Pada bagian alveolus inilah terjadi pertukaran
gas-gas O2 dari udara bebas ke sel-sel darah, sedangkan perukaran CO2 dari
sel-sel tubuh ke udara bebas terjadi.
8.
Paru-paru
Paru-paru terletak
dalam rongga dada dibatasi oleh otot dada dan tulang rusuk, pada bagian bawah
dibatasi oleh otot dafragma yang kuat. Paru-paru merupakan himpunana dari
bronkeulus, saccus alveolaris dan alveolus. Diantara selaput dan paru-paru terdapat
cairan limfa yang berfungsi untuk melindungi paru-paru pada saat mengembang dan
mengempis. Mengembang dan mengempisnya paru-paru disebabkan karena adanya
perubahan tekana rongga dada.
Ø Paru-paru kanan
o
berlobus tiga
o
Bronkus kanan bercabang tiga
Ø Paru-paru kiri
o
berlobus dua
o
Bronkuis kiri bercabang dua
o
Posisinya lebih mendatar
Dibungkus oleh
lapisanpleura yang berfungsi menghindari gesekan saat bernafas
b)
Fisiologi
Mekanisme Pernafasan
Manusia.
Pernafasan pada manusia dapat
digolongkan menjadi 2, yaitu:
Ø Pernafasan dada
Pada pernafasan dada otot yang erperan
penting adalah otot antar tulang rusuk. Otot tulang rusuk dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu otot tulang rusuk luar yang berperan dalam mengangkat
tulang-tulang rusuk dan tulang rusuk dalam yang berfungsi menurunkan atau
mengembalikan tulang rusuk ke posisi semula. Bila otot antar tulang rusuk luar
berkontraksi, maka tulang rusuk akan terangkat sehingga volume dada bertanbah besar. Bertambah besarnya akan menybabkan
tekanan dalam rongga dada lebih kecil dari pada tekanan rongga dada luar.
Karena tekanan uada kecil pada rongga dada menyebabkan aliran udara mengalir
dari luar tubuh dan masuk ke dalam tubuh, proses ini disebut proses ’inspirasi’
Sedangkan pada proses espirasi terjadi
apabila kontraksi dari otot dalam, tulang rusuk kembali ke posisi semuladan
menyebabkan tekanan udara didalam tubuh meningkat. Sehingga udara dalam
paru-paru tertekan dalam rongga dada, dan aliran udara terdorong ke luar tubuh,
proses ini disebut ’espirasi’.
Ø Pernafasan perut
Pada pernafasan ini otot yang berperan
aktif adalah otot diafragma dan otot dinding rongga perut. Bila otot diafragma
berkontraksi, posisi diafragma akan mendatar. Hal itu menyebabkan volume rongga
dada bertambah besar sehingga tekanan udaranya semakin kecil. Penurunan tekanan
udara menyebabkan mengembangnya paru-paru, sehingga udara mengalir masuk ke
paru- paru(inspirasi).
Pernapasan adalah suatu proses yang
terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun karma sistem
pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.
Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan
atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam.
Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam
alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah
pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh.
Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan
udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di
luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan
dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar.
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi)
dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan
dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut.
Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.
Ada
tiga proses respirasi yaitu ventilasi, difusi, dan transportasi gas.
1.
Ventilasi
merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan proses aktif dan pasif
yang mana otot-otot interkosta interna berkontraksi dan mendorong dinding dada sedikit kearah
luar akibatnya diafragma turun dan otot diafragma berkontraksi. Pada ekspirasi,
diafragma dan otot-otot interkosta eksterna relaksasi dengan demikian rongga
dada menjadi kecil kembali, dan udara terdorong keluar.
2.
Difusi
/
Pertukaran gas pulmonal mencakup 2 proses yang independent, pernapasan
internal- pertukaran gas antara
alveoli dengan aliran darah dan pernapasan eksternal- pertukaran gas antara
kapiler dalam tubuh dengan sel-sel tubuh. Kedua proses tersebut mencakup
perpindahan gas melalui difusi- perpindahan gas dari tempat yang berkonsentrasi
tinggi ke tempat yang berkonsentrasi lebih rendah. Kecepatan perpindahan gas
ini bergantung pada konsentrasi atau pada tekanan yang dikeluarkan oleh gas (
tekanan parsial). Secara umum udara yang kita hirup sebenarnya merupakan campuran yang mengandung kira-kira 21%
oksigen, 0,04% karbondioksida, dan 78% nitrogen.
3.
Transportasi
gas
adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan
bantuan darah (aliran darah). Masuknya O2 ke dalam sel darah yang bergabung dengan
hemoglobin yang kemudian membentuk oksihemoglobin sebanyak 97 % dan sisa 3% yang di transportasikan ke dalam
cairan plasma dan sel.
2.
Definisi
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh
di daerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring
(Arima, 2006 dan Nasional Cancer Institute, 2009) .
3. Etiologi
Pada umumnya kanker disebabkan karena
adanya pertumbuhan sel kanker yang tidak terkontrol. Kanker dapat juga timbul
karena adanya faktor keturunan (genetik), lingkungan, dan juga virus. Kanker
nasopharing disebabkan karena adanya perkembangan sel kanker yang tidak
terkontrol di bagian nasopharing. Namun pada banyak kasus, nasopharing
carsinoma disebabkan karena adanya faktor keturunan (genetik).
Adapun faktor resiko penyebab adanya kanker nasopharing,
antara lain:
Factor predisposisi
a. Jenis
kelamin: laki-laki (kebiasaan
mengkonsumsi ikan bakar dan ikan asin)
b. Genetik
: ditemukan kasus herediter atau familier dari pasien karsinoma nasofaring
dengan keganasan pada organ tubuh lain.
c. Umur
: Lansia
rentan terhadap penyakit akibat dari penurunan fungsi organ.
Factor presipitasi :
a. Ikan asin : yaitu
makanan yang di awetkan yang mengandung nitrosamine sehingga mengaktifkan virus Epstein Barr.
b. Lingkungan
: yaitu karena adanya iritasi oleh bahan
kimia,kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu,asap industry
dan asap kayu
c. Infeksi
akibat dari virus Epstein-Barr,asap dan lain-lain.
d. Status
ekonomi yang rendah
e. Daya
tahan tubuh rendah akibat dari nutrisi yang kurang berkaitan dan seseorang
tidak bias mencukupi statis nutrisinya.
f. Ras
dan keturunan
g. Radang
kronis dan nasofaring
4.
Patofisiologi
Nasofaring terletak di belakang
tabir langit-langit dan di bawah dasartengkorak.letak yang demkian sulit untuk
diperiksa oleh orang yang bukan ahli, sehingga sering kali tumor ditemukan
terlambat dan menyebabkan metastase ke leher.
Telah
diketahui sejauh ini bahwa proses terjadinya penyakit
kanker berlangsung dalam tahapan tahapan yang disebut sebagai mekanisme
karsinogenesis. Bermula dari terjadinya defek atau kesalahan letak susunan DNA
dalam sel manusia yang mengakibatkan tidak terkontrolnya mekanisme pertumbuhan
sel. Sel akan tumbuh tidak normal dan berlebihan. Berbagai faktor telah
diketahui atau dicurigai sebagai penyebab terjadinya kekacauan struktur ini.
Antara lain disebutkan faktor makanan, seperti konsumsi lemak yang terlalu
tinggi, pola hidup, seperti perokok berat, faktor eksternal seperti sinar
ultraviolet dan sinar radioaktif, pajanan pada bahan kimia atau oleh virus.
Berbagai kekacauan struktur ini telah dapat diidentifikasi oleh para pakar,
misalnya kelainan pada struktur gen BRCA1 dan BRCA2 selalu
diasosiasikan dengan kanker payudara atau indung telur (ovarium), atau gen HLA
A2B46 pada pasien kanker nasofaring. Perubahan genetik ini mengakibatkan
proliferasi sel sel kanker secara tidak terkontrol. Beberapa perubahan genetik
ini sebagian besar akibat mutasi, putusnya kromosom (chromosome breaks)
dan delesi pada sel sel somatik. Sebagian lagi bersifat diturunkan Adakalanya
manifestasi kanker ini memerlukan pula pemicu, terutama pada kelainan struktur
gen yang diturunkan.
Adapun tingkatan dari kanker ini adalah:
1.
Stadium
0: Sel-sel kanker masih berada dalam batas nasopharing, biasa disebut dengan
nasopharynx in situ
2.
Stadium 1: Sel kanker menyebar di bagian
nasopharing
3.
Stadium
2: Sel kanker sudah menyebar pada lebih dari nasopharing ke rongga hidung. Atau
dapat pula sudah menyebar di kelenjar getah bening pada salah satu sisi leher.
4.
Stadium
3: Kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di semua sisi leher
5.
Stadium
4: kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang sekitar wajah.
Dari tingkatan-tingkatan inilah dokter dapat menentukan jenis pengobatan yang tepat bagi penderita.
Dari tingkatan-tingkatan inilah dokter dapat menentukan jenis pengobatan yang tepat bagi penderita.
5.
Manifestasi
Klinis
Gejala dan tanda
yang sering ditemukan pada kanker nasofaring adalah :
- Epiktasis : sekitar 70% pasien mengalami gejala ini, diantaranya 23,2 % pasien datang berobat dengan gejala awal ini . Sewaktu menghisap dengan kuat sekret dari rongga hidung atau nasofaring , bagian dorsal palatum mole bergesekan dengan permukaan tumor , sehingga pembuluh darah di permukaan tumor robek dan menimbulkan epiktasis. Yang ringan timbul epiktasis, yang berat dapat timbul hemoragi nasal masif.
- Hidung tersumbat : sering hanya sebelah dan secara progesif bertambah hebat. Ini disebabkan tumor menyumbat lubang hidung posterior.
- Tinitus dan pendengaran menurun: penyebabnya adalah tumor di resesus faringeus dan di dinding lateral nasofaring menginfiltrasi , menekan tuba eustaki, menyebabkan tekana negatif di dalam kavum timpani , hingga terjadi otitis media transudatif . bagi pasien dengan gejala ringan, tindakan dilatasi tuba eustaki dapat meredakan sementara. Menurunnya kemmpuan pendengaran karena hambatan konduksi, umumnya disertai rasa penuh di dalam telinga.
- Sefalgia : kekhasannya adalah nyeri yang kontinyu di regio temporo parietal atau oksipital satu sisi. Ini sering disebabkan desakan tumor, infiltrasi saraf kranial atau os basis kranial, juga mungkin karena infeksi lokal atau iritasi pembuluh darah yang menyebabkan sefalgia reflektif.
- Rudapaksa saraf kranial : kanker nasofaring meninfiltrasi dan ekspansi direk ke superior, dapat mendestruksi silang basis kranial, atau melalui saluran atau celah alami kranial masuk ke area petrosfenoid dari fosa media intrakanial (temasuk foramen sfenotik, apeks petrosis os temporal, foramen ovale, dan area sinus spongiosus ) membuat saraf kranial III, IV, V dn VI rudapaksa, manifestasinya berupa ptosis wajah bagian atas, paralisis otot mata ( temasuk paralisis saraf abduksi tersendiri ), neuralgia trigeminal atau nyeri area temporal akibat iritasi meningen ( sindrom fisura sfenoidal ), bila terdapat juga rudapaksa saraf kranial II, disebut sindrom apeks orbital atau petrosfenoid.
- Pembesaran kelenjar limfe leher : lokasi tipikal metastasisnya adalah kelenjar limfe kelompok profunda superior koli, tapi karena kelompok kelenjar limfe tersebut permukaannya tertutup otot sternokleidomastoid, dan benjolan tidak nyeri , maka pada mulanya sulit diketahui. Ada sebagian pasien yang metastasis kelenjar limfenya pertama kali muncul di regio untaian nervi aksesorius di segitiga koli posterior.
- Gejala metastasis jauh : lokasi meatstasis paling sering ke tulang, paru, hati . metastasi tulang tersering ke pelvis, vertebra, iga dan keempat ekstremitas. Manifestasi metastasis tulang adalah nyeri kontinyu dan nyeri tekan setempat, lokasi tetap dan tidak berubah-ubah dan secara bertahap bertambah hebat. Pada fase ini tidak selalu terdapat perubahan pada foto sinar X, bone-scan seluruh tubuh dapat membantu diagnosis. Metastasis hati , paru dapat sangat tersembunyi , kadang ditemukan ketika dilakukan tindak lanjut rutin dengan rongsen thorax , pemeriksaan hati dengan CT atau USG
6. Pemeriksaan Penunjang
1)
Pemeriksaan
radiologik konvensional
Pada pemeriksaan
radiologik konvensional foto tengkorak potongan antero-posterior, lateral dan
posisi Waters tampak massa jaringan lunak di daerah nasofaring. Pada foto dasar
tengkorak ditemukan destruksi atau erosi tulang di daerah fosa serebri media.
2)
Pemeriksaan tomografi komputer
Pemeriksaan
yang paling dipercaya untuk menetapkan stadium tumor dan perluasan tumor. Pada
stadium dini terlihat adanya asimetri dari resesus lateralis, torus tubarius
dan dinding posterior nasofaring.
3)
Pemeriksaan
darah tepi, fungsi hati, ginjal dll. Dapat mendeteksi kemungkinan adanya
metastase jauh. Pemeriksaan serum darah untuk mengukur kadar Ig A anti VCA,
anti EA dan lain-lain terhadap virus Epstein-Barr dapat dilakukan untuk
memamstikan adanya tumor, mendeteksi kekambuhan atau mendeteksi secara dini
(Roezin, 2003).
Diagnosis
pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi dapat
dilakukan dengan 2 cara (Roezin, 2004):
1)
Mengambil biopsi daru hidung yaitu mengambil jaringan
tumor tanpa melihat dengan jelas tumornya. Cunam biopsi dimasukkan melalui
rongga hidung menyelususri konka inferior terus ke belakang dan diarahkan ke
lateral.
2)
Mengambil biopsi dari rongga mulut. Cara ini dilakukan
dengan bantuan 2 buah kateter nelaton yang masing-masing dimasukkan melalui
hidung, lalu dikeluarkan melalui mulut sehingga dapat menarik palatum mole ke
depan. Kemudian dengan kaca tenggorok dilihat daerah nasofaring. Setelah
terlihat massa tumor dengan jelas dilakukan biopsi yang terarah.
Bagian THT FKUI-RSCM dipakai stadium tumor (1992):
T = Menggambarkan kedaan tumor primer
T 1= Tumor terbatas pada 1 lokasi di nasofaring
T 2= Tumor meluas lebih dari 1 lokasi, tetapi masih di
dalam rongga nasofaring.
T 3 = Tumor meluas ke rongga hidung atau orofaring
T 4 = Tumor meluas ke tengkorak tanpa atau sudah
mengenai saraf-saraf otak.
N = Menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional.
N0 = Tidak ada pembesaran kelenjar
N 1 = Terdapat pembesaran sebuah kelenjar homolateral
yang masih digerakkan dengan diameter ≤ 3cm
N 2 = Terdapat pembesaran sebuah kelenjar
kontralateral/bilateral danmasih dapat digerakkan, diameter antara 3-6 cm.
N3 = Terdapat pembesaran kelenjar baik homolateral,
kontralateral atau bilateral yang melekat pada jaringan sekitarnya atau dengan
diameter lebih dari 6 cm.
M = Metastasis jauh
M 0 = Tidak ada metastasis jauh
M 1 = Terdapat metastasis jauh.
Stadium I:
T1 N0 M0
Stadium II:
T2 N0 M0
Stadium III:
T1/T2/T3 N1 M0
Atau
T3 N0 M0
Stadium IV:
T4 N0/N1 M0
Atau
T1/T2/T3/T4 N2/N3 M0
Atau
T1/T2/T3/T4 N0/N1/N2/N3 M1
7.
Penatalaksanaan
Medis
Beberapa macam pengobatan untuk penderita nasopharing carsinoma, antara
lain:
1. Terapi Radiasi
Terapi ini dapat merusak dengan cepat sel-sel kanker yang tumbuh. Terapi
ini dilakukan selama 5-7 minggu. Terapi ini digunakan untuk kanker pada
tingkatan awal.
Efek samping dari terapi ini adalah: mulut terasa kering, kehilangan pendengaran dan terapi ini memperbesar resiko timbulnya kanker pada lidah dan kanker tulang.
Efek samping dari terapi ini adalah: mulut terasa kering, kehilangan pendengaran dan terapi ini memperbesar resiko timbulnya kanker pada lidah dan kanker tulang.
2. Kemoterapi
Merupakan terapi
dengan menggunakan bantuan obat-obatan. Terapi ini bekerja dengan cara
mereduksi sel-sel kanker yang ada, namun adakalanya sel-sel yang sehat (tidak
terkena kanker) juga tereduksi.
Efek samping dari terapi ini adalah: rambut rontok, mual, lemas(seperti kehilangan tenaga). Efek samping yang timbul tergantung pada jenis obat yang diberikan.
Efek samping dari terapi ini adalah: rambut rontok, mual, lemas(seperti kehilangan tenaga). Efek samping yang timbul tergantung pada jenis obat yang diberikan.
3. Pembedahan
Tujuan dari pembedahan ini adalah untuk mengambil kelenjar getah bening yang telah terkena kanker.
Tujuan dari pembedahan ini adalah untuk mengambil kelenjar getah bening yang telah terkena kanker.
4. Radioterapi
Hal
yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik, hygiene mulut, bila
ada infeksi mulut diperbaiki dulu. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat
berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran
atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang
terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik), pemberian tetrasiklin,
faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
5.Terapi Biologis
Dewasa ini masih dalam
taraf penelitian laboraturium dan uji klinis.
6. Terapi Herbal TCM
Dikombinasi dengan radioterapi dan
kemoterapi, mengurangi reaksi radiokemoterapi , fuzhengguben ( menunjang,
memantapkan ketahanan tubuh) , kasus stadium lanjut tertentu yang tidak dapat
diradioterapi atau kemoterapi masih dapat dipertimbangkan hanya diterapi
sindromnya dengan TCM. Efek herba TCM dalam membasmi langsung sel kanker dewasa
ini masih dalam penelitian lebih lanjut.
8.
Komplikasi
Komplikasi akut yang dapat terjadi adalah:
1) Mukositis :
Mukositis oral merupakan inflamasi pada mukosa mulut berupa eritema dan adanya
ulser yang biasanya ditemukan pada pasien yang mendapatkan terapi kanker.
Biasanya pasien mengeluhkan rasa sakit pada mulutnya dan dapat mempengaruhi
nutrisi serta kualitas hidup pasien.
2) Kandidiasis
: Pasien radioterapi sangat mudah terjadi infeksi opurtunistik berupa
kandidiasis oral yang disebabkan oleh jamur yaitu Candida albicans.
Infeksi kandida ditemukan sebanyak 17-29% pada pasien yang menerima
radioterapi.
3) Dysgeusia
adalah respon awal berupa hilangnya rasa pengecapan, dimana salah satunya dapat
disebabkan oleh terapi radiasi.
4) Xerostomia :
Xerostomia atau mulut kering dikeluhkan sebanyak 80% pasien yang menerima
radioterapi. Xerostomia juga dikeluhkan sampai radioterapi telah selesai dengan
rata-rata 251 hari setelah radioterapi. Bahkan tetap dikeluhkan setelah 12-18
bulan setelah radioterapi tergantung pada dosis yang diterima kelenjar saliva
dan volume jaringan kelenjar yang menerima radiasi.
Komplikasi
kronis adalah:
1) Karies gigi
: Karies gigi dapat terjadi pada pasien yang menerima radioterapi. Karies gigi
akibat paparan radiasi atau yang sering disebut dengan karies radiasi adalah
bentuk yang paling destruktif dari karies gigi, dimana mempunyai onset dan
progresi yang cepat. Karies gigi biasanya terbentuk dan berkembang pada 3-6
bulan setelah terapi radiasi dan mengalami kerusakan yang lengkap pada semua
gigi pada periode 3-5 tahun.
2) Osteoradionekrosis
: Osteoradionekrosis (ORN) merupakan efek kronis yang penting pada radioterapi.
Osteoradionekrosis adalah nekrose iskemik tulang yang disebabkan oleh radiasi
yang menyebabkan rasa sakit karena kehilangan banyak struktur tulang.
3) Nekrose pada
jaringan lunak : Komplikasi oral kronis lain yang dapat terjadi adalah nekrose
pada jaringan lunak, dimana 95% kasus dari osteoradionekrosis berhubungan
dengan nekrose pada jaringan lunak. Nekrose jaringan lunak didefinisikan
sebagai ulser yang terdapat pada jaringan yang terradiasi, tanpa adanya proses
keganasan (maligna). Evaluasi secara teratur penting dilakukan sampai nekrose
berkurang, karena tidak ada kemungkinan terjadinya kekambuhan. Timbulnya nekrose
pada jaringan lunak ini berhubungan dengan dosis, waktu, dan volume kelenjar
yang terradiasi.
Reaksi akut
terjadi selama terapi dan biasanya bersifat reversibel, sedangkan reaksi yang
bersifat kronis biasanya terjadi menahun dan bersifat irreversibel.
4)
Gagal napas
dapat terjadi karena adanya metastase dari tumor nasofaring sampai pada trakea
sehingga terjadi sumbatan total pada trakea, transportasi oksigen menjadi
terhambat, jika hal ini terus dibiarkan maka dapat mengakibatkan gagal napas.
5)
Peningkatan tekanan
intrakranial, dapat terjadi ketika metastase tomor sudah mencapai lapisan otak,
dan menekan/menyesak duramater otak sehingga merangsang peningkatan tekanan
intra kranial.
B. Konsep Dasar Keperawatan
I.
Pengkajian
Pola Gordon
1. Pola
Persepsi Kesehatan manajemen Kesehatan
Tanyakan pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang
dideritanya dan pentingnya
kesehatan bagi klien? Biasanya klien yang datang ke rumah sakit sudah mengalami
gejala pada stadium lanjut, klien biasanya kurang mengetahui penyebab
terjadinya serta penanganannya dengan cepat. Kebiasaan makan makanan yang
terpapar ebstein barr virus, makanan yang mengandung pengawet
(karsinogenik), terpapar bahan-bahan kimia seperti tinggal di area dekat pabrik, pengolahan limbah, asap kayu bakar.
(karsinogenik), terpapar bahan-bahan kimia seperti tinggal di area dekat pabrik, pengolahan limbah, asap kayu bakar.
2. Pola Nutrisi
Metabolic
Kaji kebiasaan diit buruk
( rendah serat, aditif, bahan pengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi
makanan,perubahan berat badan, perubahan kelembaban/turgor kulit. Biasanya
klien akan mengalami penurunan berat badan akibat inflamasi penyakit dan proses
pengobatan kanker.
3. Pola
Eliminasi
Kaji bagaimana pola defekasi konstipasi atau diare,
perubahan eliminasi urin, perubahan
bising usus, distensi abdomen. Biasanya klien tidak mengalami gangguan
eliminasi.
4. Pola aktivas
latihan
Kaji bagaimana klien
menjalani aktivitas sehari-hari. Biasanya klien mengalami kelemahan atau keletihan akibat
progresivitas tumor.
Ø Stadium
pertama dan dua : Sesak nafas,
Ø Stadium
tiga : Tidak bisa
menggerakan kepala.
Ø Stadium
empat : Sakit kepala,
hambatan mobilisasi.
5.
Pola
istirahat tidur
Kaji
perubahan pola tidur klien selama sehat dan sakit, berapa lama klien tidur
dalam sehari? Biasanya klien mengalami perubahan pada pola istirahat. Adanya
faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
6. Pola kognitif persepsi
Kaji tingkat
kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan penglihatan,pendengaran,
perabaan, penciuman,perabaan dan kaji bagaimana klien dalam berkomunikasi? Biasanya klien mengalami gangguan pada indra
penciuman.
7. Pola
persepsi diri dan konsep diri
Kaji
bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang dideritanya? Konsep diri
pasien terutama gambaran diri terhadap perubahan tubuh misalnya adanya massa
yang nampak pada hidung, massa yang
mengalami penyebaran ke depan sehingga bermanifestasi gejala leher gondok,
polip pada hidung, tuba eustachius pada telinga. Apakah klien merasa rendah
diri terhadap penyakit yang dideritanya ? Biasanya klien akan merasa sedih dan
rendah diri karena penyakit yang dideritanya. Ideal diri terhadap kesembuhan
pasien. Harga diri mengenai penyakitnya yang mempengaruhi aktivitas sehingga
tidak bias berkerja. Identitas diri mengkaji
pekerjaan pasien, peran diri pasien sebagai kepala rumah tangga.
8. Pola peran
hubungan
Kaji
bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama dirawat di Rumah
Sakit? Dan bagaimana hubungan sosial klien dengan masyarakat sekitarnya? Biasanya
klien lebih sering tidak mau berinteraksi dengan orang lain. Malu berinteraksi,
takut merepotkan orang lain, dan keluarga sangat berperan dalam proses
penyembuhan pasien.
9. Pola
reproduksi dan seksualitas
Kaji apakah
ada masalah hubungan dengan pasangan? Apakah ada perubahan kepuasan pada klien?
Biasanya klien akan mengalami gangguan pada hubungan dengan pasangan karena
sakit yang diderita oleh klien.
10. Pola koping
dan toleransi stress
Kaji apa
yang biasa dilakukan klien saat ada masalah? Apakah klien menggunakan
obat-obatan untuk menghilangkan stres? Biasanya klien akan sering bertanya
tentang pengobatan, proses pengobatan yang membutuhkan waktu yang lama,
kualitas hidup bagaimana?
11. Pola nilai dan kepercayaan
Kaji
bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi penyakitnya? Apakah ada
pantangan agama dalam proses penyembuhan klien? Biasanya klien lebih
mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa.
II.
Diagnosa
Keperawatan
1)
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b/d terdapat benda asing di jalan nafas.
2) Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nyeri menelan
3)
Nyeri akut b/d agen-agen penyebab cidera
4)
Ansietas
b/d ancaman kematian.
5)
Defisiensi
pengetahuan b/d keterbatasan kognitif.
6)
Gangguan pertukan gas b/d perubahan
membrane kapiler-alveolar
7)
Ketidakefektifan pola nafas b/d
hiperventilasi
8) Gangguan
presepsi sensori pendengaran b/d perubahan resepsi, transmisi, dan/ integrasi
sensori
9)
Resiko infeksi b/d imunitas tubuh
menurun
10)
Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskular.
11) Resiko
kerusakan integritas kulit b/d factor mekanik (mis: terpotong, terkena tekanan
dan akibat restrain)
12)
Resiko cedera b/d disfungsi sensori.
13) Hambatan
komunikasi verbal b/d defek
anatomis pita suara.
III.
Intervensi
dalam NIC dan NOC
I.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b/d terdapat benda asing di jalan nafas.
Data subyektif:
-
Menyatakan kesulitan untuk bernafas.
Data obyektif:
-
Sesak nafas
-
Frekuensi nafas > 20 x/menit
NOC: kepatenan jalan napas
Intervensi
|
Rasional
|
·
Kaji frekuensi,
kedalamaan, dan upaya pernapasan.
·
Instruksikan
kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam.
·
Atur posisi
pasien dengan bagian kepala tempat tidur dtitinggikan 450.
·
Penghisapan
nasofaring untuk mengeluarkan sekret.
·
Berikan
udara/oksigen yang telah dihumidifikasi sesuai dengan kebijakan institusi.
|
Takipneu
biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan/selama
stress/adanya proses infeksi akut.
memudahkan pengeluaran
sekret.
Memungkinkan untuk
pengembangan maksimal rongga dada.
Mempermudah pengeluaran
sekret.
Kelembaban menurunkan
kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan dapat membantu
menuerunkan/mencegah pembentukan mukosa tebal pada nasofaring.
|
II.
Nutrisi,
ketidakseimbangan: kurang dari kebutuhan tubuh b/d nyeri
menelan.
Data subyektif:
-
Mengemukakan tidak nafsu makan, sakit saat mengunyah.
-
Kadang-kadang mual
Data obyektif:
-
BB menurun
-
Kulit kering
-
Turgor kurang baik
-
Tampak lemas.
NOC: asupan makanan dan cairan adekuat
Intervensi
|
Rasional
|
·
Pantau kandungan nutrisi dan
kalori pada catatan asupan
·
Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah
diprogramkan.
·
Berikan pasien minuman dan
kudapan bergizi, tinggi protein, tinggi kalori yang siap dikonsumsi
·
Timbang pasien pada interval yang
tepat.
·
Ubah posisi pasien semi Fowler
atau Fowler tinggi.
·
Identifikasi perubahan pola makan.
·
Konsultasikan pada ahli gizi
untuk memeberikan makanan yang mudah dicerna, secara nutrisi seimbang.
|
U Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan
nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang
adekuat.
Kepatuhan
terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
Untuk memenuhi kebutuhan asupan
kalori yang adekuat.
Mengetahui
perkembangan berat badan pasien (berat badan merupakan salah satu indikasi
untuk menentukan diet).
Untuk memudahkan menelan dan
untuk mencegah aspirasi.
Mengetahui
apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
Metode makan dan kebutuhan
kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu unutk memberikan nutrisi
maksimal dnegan upaya minimal pasien/penggunaan energi.
|
III.
Nyeri akut b/d agen-agen penyebab cidera
Data subyektif:
-
Menyatakan nyeri kepala
Data obyektif:
-
Raut muka menyeringai
-
Perilaku berhati-hati
-
Perilaku mengalihkan: menangis, merintih
NOC:
pengendalian nyeri
Intervensi
|
Rasional
|
·
Minta pasien untuk menilai
nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10.
·
Ajarkan penggunaan teknik
relaksasi.
·
Bantu pasien untuk lebih
berfokus pada aktivitas, bukan pada nyeri dan rasa tidak nyaman dengan
melakukan pengalihan melalui televisi, radio, tape, dan interaksi dengan
pengunjung.
·
Jadwalkan periode istirahat,
berikan lingkungan yang tenang.
·
Gunakan pendekatan yang positif
Untuk mengoptimalkan respons pasien terhadap analgesik.
·
Kelola nyeri
pascabedah awal dengan pemberian opiat yang terjadwal.
|
Informasi
memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan/keefektifan intervensi
dapat mengurangi rasa
ketidaknyamanan karena nyeri
meningkatkan relaksasi dan
pengaliha perhatian. Menghilangkan ketiadaknyamanan dan meningkatkan efek
terapi nonfarmakologis.
1.
Penurunan
kelemahan dan menghemat energi, meningkatkan kemampuan koping.
Membantu
memurunkan ambang persepsi nyeri dan mengoptimalkan respon terhadap
analgesik.
Mempertahankan
kadar obat lebih konstan menghindari puncak periode nyeri.
|
IV.
Ansietas
b/d perubahan status kesehatan.
DS:
·
Pasien
mengeluh ketakutan.
DO:
·
Gelisah
·
Wajah
tegang
NOC: menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas.
Intervensi
|
Rasional
|
·
Kaji dan
dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
·
Beri dorongan
kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal pikiran dan perasaan untuk
mengeksternalisasikan ansietas.
·
Pada saat
ansietas berat, dampingi pasien, bicara dengan tenang, dan berikan ketenangan
serta rasa nyaman.
·
Sediakan
pengalihan melalui televisi, radio, permainan, serta okupasi.
·
Dampingi pasien
(misalnya, selama prosedur) untuk meningkatkan keamanan dan mengurangi rasa
takut.
·
Berikan obat
untuk menurunkan ansietas.
|
Memberikan informasi yang perlu untuk memilih
intervensi yang tepat.
Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan
persepsi/salah interpretasi terhadap informasi.
Dapat membantu menurunkan ansietas dan membantu
memampukan pasien mulai membuka/menerima kenyataan kanker dan pengobatannya.
Menurunkan ansietas dan memperluas fokus.
Mengurangi ansietas karena tindakan prosedur.
Membantu menurunkan ansietas melalui terapi
farmakologis.
|
V.
Defisiensi
pengetahuan b/d keterbatasan kognitif.
DS:
·
Pasien
mengungkapkan masalah secara verbal
DO:
·
Tidak
mengikuti instruksi yang diberikan secara akurat
·
Pasien
tampak histeris
NOC: memperlihatkan
pengetahuan proses penyakit.
Intervensi
|
Rasional
|
·
Lakukan penilaian
terhadap tingkat pengetahuan pasien saat ini dan pemahaman terhadap materi.
·
Bina hubungan
saling percaya.
·
|
Memberikan informasi yang perlu untuk memilih
intervensi yang tepat.
Mempermudah proses pembelajaran/penyuluhan prosedur
terapi yang diberikan.
|
VI.
Gangguan
pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolar.
DS:
·
pasien
mengatakan sulit bernapas
·
sakit
kepala
DO:
·
pasien
tampak sesak napas
·
napas
cuping hidung
NOC: Pertukaran gas tidak akan terganggu
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji
frekuensi, kedalam pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir,
ketidak mampuan bicara/berbincang.
Jelaskan
kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur.
Ajarkan
kepada pasien teknik bernafas dan relaksasi.
Dorong
pengeluaran sputum : pengisapan bila diindikasikan.
awasi
tingkat kesadaran atau status mental selidiki adanya perubahan.
Bantu
intubasi, berikan/pertahankan ventilasi mekanik.
|
Berguna
dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan/ atau kronisnya proses
penyakit.
Untuk
menurunkan ansietas dan meningkatkan rasa kendali.
Membantu
pasien agar tidak terjadi sesak dan pasien bisa bernafas dengan normal.
Kental,
tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukan gas pada
jalan nafas kecil. Pengisap dibutuhkaan bila batuk tidak efektif.
Gelisah
dan asietas adalan manisfestasi umum pada hipoksia.
Terjadinya
atau kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya tindakan penyelamatan hidup.
|
VII.
Ketidakefektifan pola nafas b/d
hiperventilasi
DS:
·
Dispnea
·
Napas
pendek
DO:
·
Napas
dalam
·
Pernapasan
cuping hidung
·
Tampak
sesak napas
NOC: ventilasi tidak terganggu
Intervensi
|
Rasional
|
Selidiki
etiologi gagal pernafasan
Auskultasi
dada secara periodic catat adanya/tak adanya dan kualitas bunyi nafas, bunyi
nafas tambahan, juga simestrisitas gerakan dada.
Observasi
pola nafas. Catat adanya/tak adanya dan kualitas bunyi nafas,bunyi nafas
tambahan juga simetrisitas gerakan dada.
Pertahankan
tas resusitasi disamping tempat tidur dan ventilasi manual kapanpun
diindikasikan.
Catat
tekanan jalan nafas.
|
Pemahan
penyebab masalah pernafasan penting untuk perawatan pasien contoh: keputusan
tentang kemampuan pasien yang akan datang/kebutuhan ventilasi dan tipe paling
tepat dukungan ventilator.
Memberikan
informasi tentang aliran udara melalui trakeao bronkeal dan adanya/tak adanya
cairan, obstruksi mukosa.
Pasien
pada ventilator dapat mengalami hiperventilasi/hipoventilasi,dyspnea/lapar
udara dan berupaya memperbaiki kekurangan dengan bernapas berlebihan.
Memberikan/menyediakan
ventilasi adekuat pasien ada masalah pada alat sementara dilepas dari
ventilator
Tekanan
jalan nafas harus tetap relative konstan. Peningkatan tekanan yang terbaca di
alarm menunjukkan peningkatan jalan nafas seperti dapat terjadi pada spasme
bronkus, secret tetahan atau penurunan complain paru.
|
VIII.
Gangguan presepsi sensori pendengaran
b/d perubahan resepsi, transmisi, dan/ integrasi sensori
DS:
·
Distorsi
sensori
DO:
·
Perubahan
ketajaman sensori
·
Konsentrasi
buruk
·
Gelisah
NOC: status neurologik: fungsi motorik sensorik kranial
Intervensi
|
Rasional
|
·
Tentukan ketajaman pendengaran, apakah satu atau dua
telinga terlibat .
·
Orientasikan pasien terhadap lingkungan.
·
Observasi tanda-tanda dan gejala disorientasi.
·
Mengumpulkan dan menganalisis data pasien
|
Mengetahui perubahan dari hal-hal yang
merupakan kebiasaan pasien .
2. Lingkungan
yang nyaman dapat membantu meningkatkan proses penyembuhan.
Mengetahui
faktor penyebab gangguan persepsi sensori yang lain dialami dan
dirasakan pasien.
Untuk
mencegah atau meminimalkan komplikasi neurologis
|
IX.
Risiko
infeksi b/d prosedur invasif
NOC:
faktor risiko infeksi akan hilang
Intervensi
|
Rasional
|
·
Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
·
Monitor tanda-tanda vital.
·
Intruksikan untuk menjaga hygiene personal.
·
Kolaborasi medis dengan pemberian antibiotik.
·
Melakukan pengendalian infeksi
|
Untuk
memudahkan memberikan intervensi kepada pasien.
Merupakan
tanda adanya infeksi apabila terjadi peradangan.
Untuk
melindungi tubuh terhadap infeksi (mis: mencuci tangan)
Antibiotik
dapat mencegah sekaligus membunuh kuman penyakit untuk berkembangbiak.
Meminimalkan
penyebaran dan penularan agens infeksius.
|
X.
Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan
musculoskeletal
DS:
·
Pasien
mengatakan sulit bergerak
DO:
·
Perubahan
cara berjalan
·
Tremor
yang diinduksi oleh pergerakan
·
Melambatnya
pergerakan
NOC: memperlihatkan mobilisasi
Intervensi
|
Rasional
|
Ajarkan dan pantau pasien dalam
hal penggunaan alat bantu.
Ajarkan dan dukung pasien dalam
latihan ROM aktif dan pasif.
Pantau tanda-tanda vital.
Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi sebagai sumber
Lakukan perawatan terhadap
prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
|
Menilai batasan kemampuan aktivitas
optimal.
Mempertahankan / meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot.
Mengidentifikasi
tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat
Untuk
mengembangkan perencanaan dan mempertahakan atau meningkatkan mobilitas.
Untuk
mengurangi resiko infeksi nosokomial.
|
XI.
kerusakan integritas kulit b/d factor
mekanik (mis: terpotong, terkena tekanan dan akibat restrain)
DS:
DO:
·
kerusakan
pada permukaan kulit (epidermis)
·
invasi
struktur tubuh
NOC:menunjukkan penyembuhan luka
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji
warana kulit/suhu dan engisian kapiler paad area operasi dan tandur kulit
Lindugi
lembaran kulit dan jahitan dari tegangan atau tekanan.
Rujuk
ke perawat ahli terapi enterostoma
Catat
atau laporkan adanya drainse seperti susu.
Berikan
antibiotik oral, topical dan IV seuai indikasi.
|
Kulit
harus berwarna merah muda atau mirip dengan warna kulit sekitarnya.
Tekanan
dari selang atau plester trakeostomi atau tegangan pada jahitan dapat
menggangu sirkulasi atau menyebabkan cidera jaringan.
Untuk
mendapat bantuan dalam pencegahan, pengkajian, dan penanganan luka atau
kerusakan kulit.
Drainase
seperti susus biasanya tetap sedikt setelah 24 jam pertama.
Mencegah/mengontrol
infeksi.
|
XII.
Resiko cedera b/d factor fisik (mis:
kulit rusak, hambatan)
NOC: risiko cidera akan menurun
Intervensi
|
Rasional
|
Identifikasikan
factor yang mempengaruhi kebutuhan keamaanan, mis: perubahan status mental,
derajat keracunan, keletihan, usia kematangan, pengobatan dan defisik motoric
dan sensorik (mis: berjalan dan keseimbangan.
Indentifikasi
factor lingkungan yang memungkinkan resiko terjatuh (mis: lantai licin,
karpet yang sobek, anak tangga tanpa pagar pengamanan)
Tinjau
riwayat obstetrik pasien.
Berikan
materi edukasi yang berhubungan dengan strategi dan tindakan untuk mencegah
cidera.
Sediakan
alat bantu berjalan (mis: tongkat dan walker)
|
Agar
pasien dapat berjalan dengan seimbang dan mampu berjalan tanpa bantuan.
Menghindarkan
pasien dari lingkungan yang memudahkannya terjatuh, sehingga pasien dapat
berjalan tanpa gangguan lingkungan.
Mendapatkan
informasi terkait yang dapat mempengaruhi induksi.
Memberi
pengetahuan/ajaran kepada klien dalam melakukan tindakan guna pasien dapat
mencegah/menghindari cidera.
Memudahkan
pasien untuk berjalan.
|
XIII.
Hambatan komunikasi verbal b/d defek
anatomis pita suara
DS:
DO:
·
Verbalisasi
yang tidak sesuai
·
Kesulitan
dalam berbicara atau mengungkapkan dengan kata-kata
·
Keinginan
menolak untuk bicara
NOC:menunjukkan komunikasi
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji
dan dokumentasikan kemampuan untuk berbicara, mendengar, menulis, membaca dan
memahami.
Jelaskan
kepada pasien mengapa ia tidak dapat berbicara atau memahami, jika perlu.
Konsultasikan
dengan dokter tentang kebutuhan terapi bicara.
Bantu
pasien/keluarga untuk mencari sumber bantuan untuk memperoleh alat bantu
dengar.
Berikan
kontinuitas dalam melaksanakan tugas keperawatan.
|
.untuk
mengetahui tingat kemampuan dan ketidakmampuan pasien dalam berkomunikasi.
Agar
pasien mengetahui keadaannya dan tidak berfikir lain tentang dirinya.
Membantu
pasien agar cepat/mudah berkomunikasi.
Alat
bantu dengar dapat membantu pendengaran sehingga dalam berkomunikasi pasien
bisa melakukannya.
Untuk
memelihara kepercayaan dan mengurangi frustasi.
|
1.
Discharge
Planning
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan
pasien sebelum kembali ke rumah yaitu :
1)
Memberi pengertian tentang penyakit kangker
Nasofaring
2)
Memberi informasi/penyuluhan untuk tetap memperhatikan
keadekuatan asupan nutrisi.
3)
Menjelaskan
tentang penyebab penyakit
4)
Memanifestasi
klinik yang dapat ditanggulangi atau diketahui oleh klien dan keluarga.
5)
Menjelaskan
tentang penatalaksanaan yang dapat klien dan keluarga lakukan.
6)
Klien dan
keluarga dapat pergi ke rumah sakit atau puskesmas terdekat apabila ada gejala
yang memberatkan penyakitnya.
7)
Keluarga harus
mendorong atau memberikan dukungan pada pasien dalam menaati program pemulihan
kesehatan.
8)
kontrol diri
9) kontrol aktivitas.
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. Kasus
Seorang laki-laki berusia 58 tahun,
datang berobat kedokter dengan keluhan benjolan dileher sebelah kiri, suara
serak, mimisan , hidung tersumbat dan sakit kepala selama 6 bulan yang lalu.
Kemudian dokter melakukan pemeriksaan dan diduga adanya tumor. Dilakukan
pemeriksaan patologi anatomi (PA),pemeriksaan serologi secara PCR,hasil
pemeriksaan serologi didapatkan peningkatan titer antibody terhadap EBV. Tn.A
mempunyai kebiasaan mengkonsumsi ikan asin,ikan bakar dan produksi awetan
lainnya.
B. Kata kunci
Ø Usia
58 tahun
Ø Benjolan
disebalah kiri
Ø Suara
serak
Ø Mimisan
Ø Hidung
tersumbat
Ø Sakit
kepala sejak 6 bulan yang lalu
Ø Pemeriksaan
PA
Ø Pemeriksaan
serologi secara PCR
Ø Peningkatan
titer antibody terhadap EBV
Ø Kebiasaan
mengkonsumsi ikan asin, ikan bakar, dan produk awetan lainnya.
C. Pembahasan Kata Kunci
Ø Usia
58 tahun
o
Daya tahan tubuh menurun
o
Penurunan fungsi organ tubuh
o
Tidak memperhatikan kesehatannya
o
Pola makan yang sering mengkonsumsi
bahan awetan/kimia
Ø Benjolan
disebalah kiri
o
Adanya pembesaran/tumor pada nasofaring
o
Pembesaran kelenjer yang merupakan
reaksi pertahanan tubuh terhadap infeksi . kanker merupakan respon imun ...
imunodefisiensi/autoimun/........
o
Kanker yang tumbuh akibat mutasi sel
limfosit yang sebelumnya normal
o
Pembesaran pada kelenjar getah bening
Ø Suara
serak
o
Adanya poli pada pita suara
o
Peradangan pada pita suara/laringitis
o
Desakan karsinoma/tumor
Ø Mimisan
o
Pecahnya pembuluh darah akibat
rupturnyan pada pembuluh darah di hidung
o
Adanya luka pada lapisan mukosa hidung
Ø Hidung
tersumbat
o
Terdapat sumbatan rongga hidung akibat
adanya benda asing dimasukkan kedalam hidung.
o
Terdapat polip/tumor pada hidung
o
disebabkan tumor menyumbat lubang hidung
posterior.
Ø Sakit
kepala sejak 6 bulan yang lalu
Biasanya terjasi karena infeksi
selaput otak, Iritasi Kimiawi terhadap selaput otak, penegangan selaput otak,
gangguan pembuluh darah, gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan
dengan kepala.
Ø Pemeriksaan
PA
o
Spesialisasi medis yang
berhubungan/berurusan dengan dignosis penyakit berdasarkan pada pemeriksaan
kasar, mikroskopik. dan molekur atas organ, jaringan, sel.
Ø Pemeriksaan
serologi secara PCR
·
Uji serologi
·
PCR
PCR digunakan untuk
mendeteksi DNA
virus varicella-zoster di dalam cairan
tubuh, contohnya cairan serebrospina.
Ø Peningkatan
titer antibody terhadap EBV
Virus EBV (Eibstain Barr Virus) dikaitkan
dengan perkembangan KNF.
Ø Kebiasaan mengkonsumsi ikan asin, ikan bakar,
dan produk awetan lainnya.
Ikan asin mengandung nitrosamin yang merupakan karsinogen (zat
pemicu kanker).
D. Pengkajian
Pola Gordon
Pengkajian
pasien :
a)
Pola
persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Keadaan sebelum sakit :
Pasien mempunyai kebiasaan mengkomsumsi ikan asin, ikan bakar, dan produk
awetan lainnya.
Riwayat
penyakit saat ini :
a. Keluhan
utama : Sakit kepala.
b. Riwayat
keluhan utama : pasien mengeluh
sakit kepala sejak 6 bulan yang lalu yang terasa memberat hingga sekarang
disertai dengan benjolan dileher sebelah kiri, suara sesak,
mimisan, hidung tersumbat.
b)
Pola
nutrisi dan metabolik
a. Keadaan
sebelum sakit : Tidak ada masalah dalam mengkomsumsi makanan. Pasien suka
mengkomsumsi makanan ikan asin, ikan bakar dan produk awetan lainnya.
b. Keadaan
saat sakit: Pasien mengurangi mengkomsumsi makanan yang mengandung bahan
awetan.
c)
Pola
eliminasi
a. Keadaan
sebelum sakit : Tidak ada masalah dalam eliminasi baik BAB maupun BAK dan
pasien tidak menggunakan alat bantu dalam pola eliminasi.
b. Keadaan
saat sakit : Pasien mengalami penyakit diare.
d)
Pola
aktifitas
a. Keadaan
sebelum sakit : Tidak ada masalah dalam aktifitas dan pasien cuma merasakan
sering sakit kepala jika terlalu banyak beraktifitas.
b. Keadaan
saat sakit : Sulit dalam beraktifitas kerena pasien mengalami adanya benjolan
dileher sebelah kiri, suara serak, mimisan, hidung tersumbat dan sering sakit
kepala yang membuat pasien kurang mampu untuk beraktifitas terlalu banyak.
e)
Pola
tidur dan istirahat
a. Keadaan
sebelum sakit : Pasien mudah tidur dengan kebiasaan tidur rutin 2 jam tidur
siang dan 8 jam tidur malam, namun untuk
tidur malam mengalami ketidak beraturan
b. Keadaan
saat sakit : Pasien mengalami kesulitan dalam tidur siang dan tidur malam
karena pasian merasa sakit pada leher sebelah kiri, hidung tersumbat mimisin.
Pasien mengatakan semenjak di rawat di RS pasien mulai bisa tidur dengan
nyenyak.
f)
Pola
peran- hubungan
a. Keadaan
sebelum sakit : Pasein tidak mengalami masalah dalam peran hungunan dangan
orang lain. Hubungan pasien dengan kelurga, pasein sangat dekat dengan
keluarganya.
b.
Keadaan saat sakit : Pasien mengalami
penurunan peran hungunan . Keluarga pasien membantu klien dalam pemenuhan kebutuhannya
E.
Analisa
Data dan Rencana Keperawatan
1.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b/d terdapat benda asing di jalan nafas.
Data subyektif:
-
Menyatakan kesulitan untuk bernafas.
Data obyektif:
-
Sesak nafas
-
Frekwensi nafas > 20 x/menit
-
Nampak kebiruan
-
Suara serak
NOC: kepatenan jalan napas.
Intervensi
|
Rasional
|
·
Kaji frekuensi,
kedalamaan, dan upaya pernapasan.
·
Instruksikan
kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam.
·
Atur posisi
pasien dengan bagian kepala tempat tidur dtitinggikan 450.
·
Penghisapan
nasofaring untuk mengeluarkan sekret.
·
Berikan
udara/oksigen yang telah dihumidifikasi sesuai dengan kebijakan institusi.
|
Takipneu
biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan/selama
stress/adanya proses infeksi akut.
memudahkan pengeluaran
sekret.
Memungkinkan untuk
pengembangan maksimal rongga dada.
Mempermudah pengeluaran
sekret.
Kelembaban menurunkan
kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan dapat membantu
menuerunkan/mencegah pembentukan mukosa tebal pada nasofaring.
|
2. Nutrisi, ketidakseimbangan: kurang dari
kebutuhan tubuh b/d nyeri menelan.
Data subyektif:
-
Mengemukakan tidak nafsu makan, sakit saat mengunyah.
-
Kadang-kadang mual
Data obyektif:
-
BB menurun
-
Kulit kering
-
Turgor kurang baik
-
Tampak lemas.
NOC: asupan makanan dan cairan adekuat
Intervensi
|
Rasional
|
·
Pantau kandungan nutrisi dan
kalori pada catatan asupan
·
Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah
diprogramkan.
·
Berikan pasien minuman dan
kudapan bergizi, tinggi protein, tinggi kalori yang siap dikonsumsi
·
Timbang pasien pada interval yang
tepat.
·
Ubah posisi pasien semi Fowler
atau Fowler tinggi.
·
Identifikasi perubahan pola makan.
·
Konsultasikan pada ahli gizi
untuk memeberikan makanan yang mudah dicerna, secara nutrisi seimbang.
|
U Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan
nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang
adekuat.
Kepatuhan
terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
Untuk memenuhi kebutuhan asupan
kalori yang adekuat.
Mengetahui
perkembangan berat badan pasien (berat badan merupakan salah satu indikasi
untuk menentukan diet).
Untuk memudahkan menelan dan
untuk mencegah aspirasi.
Mengetahui
apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
Metode makan dan kebutuhan
kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu unutk memberikan nutrisi
maksimal dnegan upaya minimal pasien/penggunaan energi.
|
3. Nyeri
akut b/d agen-agen penyebab cidera
Data subyektif:
-
Menyatakan nyeri kepala
Data obyektif:
-
Raut muka menyeringai
-
Perilaku berhati-hati
-
Perilaku mengalihkan: menangis, merintih
NOC:
pengendalian nyeri
Intervensi
|
Rasional
|
·
Minta pasien untuk menilai
nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10.
·
Ajarkan penggunaan teknik
relaksasi.
·
Bantu pasien untuk lebih
berfokus pada aktivitas, bukan pada nyeri dan rasa tidak nyaman dengan
melakukan pengalihan melalui televisi, radio, tape, dan interaksi dengan
pengunjung.
·
Jadwalkan periode istirahat,
berikan lingkungan yang tenang.
·
Gunakan pendekatan yang positif
Untuk mengoptimalkan respons pasien terhadap analgesik.
·
Kelola nyeri
pascabedah awal dengan pemberian opiat yang terjadwal.
|
Informasi
memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan/keefektifan intervensi
dapat mengurangi rasa
ketidaknyamanan karena nyeri
meningkatkan relaksasi dan
pengaliha perhatian. Menghilangkan ketiadaknyamanan dan meningkatkan efek
terapi nonfarmakologis.
1.
Penurunan
kelemahan dan menghemat energi, meningkatkan kemampuan koping.
Membantu
memurunkan ambang persepsi nyeri dan mengoptimalkan respon terhadap
analgesik.
Mempertahankan
kadar obat lebih konstan menghindari puncak periode nyeri.
|
4.
Ansietas
b/d perubahan status kesehatan.
DS:
·
Pasien
mengeluh ketakutan.
DO:
·
Gelisah
·
Wajah
tegang
NOC: menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas.
Intervensi
|
Rasional
|
·
Kaji dan
dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
·
Beri dorongan
kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal pikiran dan perasaan untuk
mengeksternalisasikan ansietas.
·
Pada saat
ansietas berat, dampingi pasien, bicara dengan tenang, dan berikan ketenangan
serta rasa nyaman.
·
Sediakan
pengalihan melalui televisi, radio, permainan, serta okupasi.
·
Dampingi pasien
(misalnya, selama prosedur) untuk meningkatkan keamanan dan mengurangi rasa
takut.
·
Berikan obat
untuk menurunkan ansietas.
|
Memberikan informasi yang perlu untuk memilih
intervensi yang tepat.
Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan
persepsi/salah interpretasi terhadap informasi.
Dapat membantu menurunkan ansietas dan membantu
memampukan pasien mulai membuka/menerima kenyataan kanker dan pengobatannya.
Menurunkan ansietas dan memperluas fokus.
Mengurangi ansietas karena tindakan prosedur.
Membantu menurunkan ansietas melalui terapi
farmakologis.
|
5.
Defisiensi
pengetahuan b/d keterbatasan kognitif.
DS:
·
Pasien
mengungkapkan masalah secara verbal
DO:
·
Tidak
mengikuti instruksi yang diberikan secara akurat
·
Pasien
tampak histeris
NOC: memperlihatkan
pengetahuan proses penyakit.
Intervensi
|
Rasional
|
·
Lakukan penilaian
terhadap tingkat pengetahuan pasien saat ini dan pemahaman terhadap materi.
·
Bina hubungan
saling percaya.
·
Beri penyuluhan
sesuai dengan tingkat pemahaman pasien, ulangi informasi bila diperlukan.
·
Ikutsertakan
keluarga atau orang terdekat.
·
Ciptakan
lingkungan yang kondusif untuk belajar.
·
Rencanakan
penyesuaian dalam terapi bersama pasien dan dokter.
|
Memberikan informasi yang perlu untuk memilih
intervensi yang tepat.
Mempermudah proses pembelajaran/penyuluhan prosedur
terapi yang diberikan.
Terdapat stresor yang berlebihan dan mungkin disertai
dengan pengetahuan yang terebatas. Salah konsep kadang tak dapat dihindari,
namun ketidakberhasilan untuk menggali dan memperbaikinya dapat mengakibatkan
kegagalan pasien mencapai kemajuan kesehatan.
Membantu pasien untuk lebih mudah memperoleh informasi
dan memahami mengenai masalah kesehatannya.
Meningkatkan kenyamanan dan mengurangi stresor sehingga
pemahaman informasi lebih akurat.
Memfasilitasi kemampuan pasien mengikuti program
terapi.
|
bagus makalahnya
BalasHapus